BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Diabetes
Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan
kondisi hiperglikemia, terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin
maupun keduanya. Jumlah penderita DM yang semakin tinggi tersebut membawa
Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia setelah India, China dan Amerika
Serikat. Temuan tersebut membuktikan bahwa penyakit DM merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang sangat serius dan dibutuhkan penanganan yang tepat
bagi penderitanya. Meningkatnya kadar glukosa dalam plasma darah melebihi batas
normal (hiperglikemia) menjadi salah satu dasar diagnosis DM. (Wulandari,
2010).
Salah
satu tujuan utama terapi medis bagi pasien DM meliputi pengontrolan kadar
glukosa darah mendekati normal dengan cara pemberian obat hipoglikemik oral
atau agen antihiperglikemik dan insulin. Namun, penatalaksanaan tersebut
memiliki kelemahan, antara lain efek samping yang tidak diinginkan, harga obat
hipoglikemik oral dan kurang terjangkau oleh masyarakat secara luas. Alasan
inilah yang menyebabkan meningkatnya ketertarikanpada penggunaan sumber alami
yang berasal dari tumbuhan sebagai salah satu manajemen alternatif dalam
menangani DM (Oliviany, 2009).
Pada
umumnya masyarakat telah mengenal, mengonsumsi terung ungu (Solanum melongena
L.) dan menggunakannya secara empiris dalam pengobatan diabetes. Antosianin
dari kulit terung ungu termasuk dalam senyawa golongan flavonoid yang berperan
sebagai antioksidan. Senyawa antioksidan sintetik maupun alami mampu mengontrol
kadar glukosa darah dan mencegah komplikasi DM (Widowati, 2008).
Dalam Farmakope Indonesia edisi III, Sirup
adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kecuali dinyatakan
lain,kadar sakarosa,C12H22O11,tidak kurang
dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%. Sirup adalah sediaan pekat dalam air
dari gula atau perngganti gula dengan atau tanpa penambahan bahan pewangi dan
zat obat (Ansel, 1989)
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau
gula lain yang berkadar tinggi (sirop simpleks adalah sirop yang hampir jenuh
dengan sukrosa). Kadar sukrosa dalam sirop adalah 64-66% , kecuali dinyatakan
lain (Syamsuni, 2007). Sirop adalah larutan pekat gula atau gula lain yang
cocok yang di dalamnya ditambahkan obat atau zat wewangi, merupakan larutan
jerni berasa manis. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol, atau polialkohol yang
lain dalam jumlah sedikit, dengan maksud selain untuk menghalangi pembentukan
hablur sakarosa, juga dapat meningkatkn kelarutan obat (Anonim, 1978).
1.2 Rumusan
masalah
a.
Apakah
ekstak kulit terong memiliki efektivitas sebagai anti hiperglikemik
b.
Bagaimana
cara membuat sediaan sirup dari ektra kulit teron unggu
1.3 Tujuan
a.
Untuk
mengetahui apakah ekstak kulit terong memiliki sebagai anti hiperglikemik
b.
Untuk
membuat sediaan sirup dari ektra kulit teron unggu
BAB II
TEORI DASAR
2.1 TANAMAN TERONG UNGGU
¨ Klasifikasi
Kerajaan : Plantae
Kelas : Magnoliopsida
Upakelas : Asteridae
Ordo
: Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : S.
Melongena
Nama
binomial : Solanum melongena L. (Wikipedia, 2009)
Terung
ungu gelap memiliki berat 1-5 pons, berbentuk oval dan bulat panjang. Terung
ungu berbentuk bulat
panjang dikenal sebagai
terung ungu Jepang (Foodreference, 2010).
Varietas terung Jepang
yang sangat dikenal
adalah moneymaker 2 dan black shine
(Astawan, 2009). Beberapa varietas terung lainnya. Terung ungu gelap berbentuk
bulat atau oval dikenal sebagai terung Italia atau baby eggplant. Terung ungu
pucat umumnya berbentuk langsing dan memiliki berat ringan dikenal sebagai
terung Cina. Terung ungu-putih
dikenal sebagai terung
Italia rosa biancos (Foodreference,
2010).
Morfologi terung ungu bentuk beragam yaitu silindris,
lonjong, oval atau bulat. Warna kulit ungu hingga ungu
mengilap. Terung ungu merupakan buah
sejati tunggal, berdaging tebal,
lunak, dan berair.
Buah tergantung pada
tangkai buah. Dalam satu
tangkai umumnya terdapat
satu buah terung,
tetapi ada juga
yang memiliki lebih dari satu buah.
Biji terdapat dalam
jumlah banyak dan tersebar di dalam daging buah. Daun kelopak melekat pada dasar
buah, berwarna hijau
atau keunguan (Astawan, 2009).
Terung ungu
mengandung serat yang
tinggi. Terung ungu
mengandung vitamin B1, B6,
K, copper, Mg, Mn, phospor, asam folat.
Nasunin, antosianin yang kandung di dalam kulit terung ungu merupakan
antioksidan yang memiliki potensi tinggi
sebagai scavenger radikal
bebas dan memiliki
aktivitas protektif terhadap
peroksidasi lipid (Foodreference, 2010)
¨ Senyawa
Bioaktif dalam Terung Ungu
Khasiat
suatu tumbuhan berhubungan dengan komponen kimia yang bersifat aktif yang terdapat
pada tumbuhan tersebut
terutama senyawa fitokimia.
Penggolongan senyawa fitokimia berdasarkan
struktur kimia yaitu
phenolik, terpenoid, alkaloid, steroid, kuinon,
saponin, tanin dan flavonoid
(Harborne, 1987). Komponen bioaktif tersebut dapat
diperoleh dari proses ekstraksi
bagian tumbuhan. Salah
satu proses ekstraksi yang sering digunakan adalah ekstraksi pelarut
(Adriana, 2008).
Terung ungu
mengandung komponen
fitonutrien yang penting,
banyak di antaranya memiliki
aktivitas sebagai antioksidan.
Fitonutrien yang terkandung
di dalam terung ungu termasuk di
dalamnya komponen phenolik seperti
caffeic, dan chlorogenic acid,
dan flavonoid seperti nasunin (Whfoods, 2009).
2.2 ANTOSIANIN
Perkembangan
ilmu kimia organik pada hakekatnya seiring dengan usaha pemisahan dan
penyelidikan bahan alam. Hal ini antara lain disebabkan karena struktur molekul
dari senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh organisme mempunyai variasi yang
sangat luas. Kenyataan ini dapat digunakan untuk mendalami pengetahuan mengenai
reaksi-reaksi organik dan juga untuk menguji hipotesa atau penataan ulang
molekul dan spektroskopi serapan elektron. Disamping itu, bahan alam juga
merupakan tantangan dalam penetapan struktur molekul yang kadang kala sangat
rumit.
Antosianin merupakan pembentuk utama dari golongan flavonoid yang berguna untuk
memberikan warna pada tumbuhan dari warna merah muda sampai benar-benar
merah dan warna ungu sampai biru tua pada beberapa bunga, buah, dan daun dari
angiosperm. Mereka kadang terdapat pada beberapa jaringan tumbuhan seperti
akar, umbi-umbian, batang, dan juga ditemukan pada macam-macam gymnospermae,
pakis, dan beberapa bryophyta.
Antosianin adalah turunan dari antosianidin yang meliputi liaontin gula.
Antosianin termasuk kelas pembentuk golongan falavonoid yang disintesis melalui
fenilprovanoid, mereka tidak berbau dan hampir tanpa rasa, memberikan
kontribusi untuk mencicipi sebagai sedang zat sensasi.
Terdapat dalam jaringan tanaman dalam bentuk glikosida baik berikatan satu
monosakarida atau dua monosakarida.Karbohidrat yang berikatan dengan antosianin
adalah : glukosa, galaktosa, ramnosa dan kadang-kadang pentosa. Umumnya antosianin larut dalam air dan hanya bila dididihkan dengan asam
encer akan terurai menjadi antosianidin dan monosakarida.
¨ Struktur
Antosianin adalah glikosida dari antosinidin, struktur kimia dasar yang
ditampilkan. Strukturnya seperti ini,
¨ Biosintesis
1.
Antosianin
pigmen dirakit seperti semua flavonoid dari dua yang berbeda aliran bahan baku kimia dalam sel:
v Satu aliran melibatkan shikimate jalur untuk menghasilkan asam amino
fenilalanin
v Aliran lainnya menghasilkan 3 molekul malonyl-CoA, unit C3 dari unit C2 (
asetil-KoA ).
2.
Sungai-sungai
ini bertemu dan yang digabungkan bersama-sama oleh enzim sintase halcone (CHS),
yang membentuk perantara chalcone melalui poliketida mekanisme lipat yang umum
ditemukan pada tumbuhan.
3.
Chalcone ini
kemudian diisomerisasi oleh enzim isomerasi chalcone (CHI) untuk pigmen
prototipe naringenin.
4.
Naringenin
selanjutnya dioksidasi oleh enzim seperti hidroksilase flavanon (FHT atau F3H),
flavonoid '3' hidroksilase flavonoid dan 3 5'-hidroksilase.
5.
Produk-produk
oksidasi berkurang oleh enzim 4-reduktase dihydroflavonol (DFR) ke berwarna
yang sesuai leucoanthocyanidins .
6.
Diyakini
bahwa leucoanthocyanidins adalah prekursor langsung dari enzim berikutnya,
dioxygenase yang disebut sebagai (ANS) atau dioksigenase leucoanthocyanidin
(LDOX). Baru-baru ini menunjukkan bahwa bagaimanapun flavan-3-OLS,
produk-produk dari reduktase leucoanthocyanidin (LAR), adalah substrat sejati
ANS / LDOX.
7.
Sehingga
tidak stabil antosianidin selanjutnya digabungkan dengan molekul gula oleh
enzim seperti UDP-3-O-glukosiltransferase [21] untuk menghasilkan anthocyanin
relatif stabil akhir. Lebih dari lima enzim demikian diperlukan untuk
mensintesis pigmen ini, setiap bekerja di konser. Setiap gangguan bahkan kecil di salah satu mekanisme enzim ini baik oleh faktor
genetik atau lingkungan akan menghentikan produksi antosianin.
¨ Fungsi
Dalam bunga, merah cerah dan ungu yang adaptif
untuk menarik penyerbuk. Dalam buah-buahan, kulit berwarna-warni juga menarik
perhatian binatang, yang mungkin memakan buah dan membubarkan biji. Dalam
jaringan fotosintesis (seperti daun dan kadang-kadang batang), antosianin telah
ditunjukkan untuk bertindak sebagai "tabir surya", melindungi sel
dari-cahaya kerusakan tinggi dengan menyerap UV-hijau dan biru muda, sehingga
melindungi jaringan dari fotoinhibition , atau tekana cahaya tinngi. Ini telah
terbukti terjadi pada daun muda merah, daun musim gugur, dan daun hijau berdaun
luas yang berubah menjadi merah selama musim dingin. Hal ini juga telah
diindentifikasi bahwa warna merah daun mungkin kamuflase daun dari herbivora
buta terhadap panjang gelombang merah, atau unpalatability sinyal, karena
sintesis antosianin sering bertepatan dengan sintesis senyawa fenolik tidak
menyenangkan.
Selain peran mereka sebagai penyring cahaya,
antosianin juga bertindak sebagai antioksidan kuat. Namun, tidak jelas apakah
antosianin secara signifikan dapat berkontribusi untuk pembiasan dari radikal
bebas yang dihasilkan melalui proses metabolisme dalam daun, karena
mereka berada di dalam vakuola, dan dengan demikian, secara spasial terpisah
dari metabolisme oksigen reaktif spesies. Beberapa studi telah menunjukkan
bahwa hidrogen peroksida diproduksi di organel lain dapat dinetralisir oleh
antosianin.
¨ Mekanisme
Kerja Flavonoid Sebagai Antihiperglikemik
Flavonoid
merupakan agen antidiabetes
yang potensial karena
flavonoid menggunakan beberapa kerja yang bersifat insulinomimetic dan
antihiperglikemik yang memiliki efek untuk
memperbaiki kondisi penderita
diabetes melitus. Flavonoid
merupakan senyawa seperti
fenol yang dimiliki oleh banyak
tanaman sebagai inhibitor glukosidase.
Glukosidase inhibitor
merupakan agen potensial untuk terapi Diabetes Melitus karena glukosidase
mempengaruhi proses biologis secara relevan. Enzim glukosidase berlokasi di
brush border di dalam usus halus dan
dibutuhkan untuk pemecahan
karbohidrat sebelum diserap
sebagai monosakarida. Inhibitor alfa-glukosidase menunda absorbsi dari
karbohidrat yang didapatkan dari makanan,
sehingga mengurangi kadar
glukosa dalam darah setelah makan. Dari hal
ini, jelas bahwa
flavonoid dapat bertindak melalui beberapa jaringan untuk
meregulasi homeostasis serum glukosa.
2.3 HIPERGLIKMIK
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah
daripoada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non
puasa sekitar 140 – 160 mg /100 ml darah Penyebab tidak diketahui dengan pasti
tapi umumnya diketahui kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor
herediter yang memegang peranan penting. Yang lain akibat pengangkatan pancreas,
pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans . ( Elizabeth J. Corwin,
2001 ).
Faktor predisposisi herediter, obesitas. Faktor imunologi ,pada
penderita hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Respon ini mereupakan repon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggap sebagai jaringan asing. Pergeseran pola
penyakit saat ini terus terjadi, dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif.
Hiperglikemi adalah penyakit degeneratif yang angka kejadiannya cukup tinggi di
berbagai negara dan merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah
penderita hiperglikemi mencapai lebih dari 180 juta jiwa diseluruh dunia.
Kejadian ini akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2030 (WHO
2006). Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4
dengan jumlah penderita hiperglikemi terbesar di dunia setelah India, Cina, dan
Amerika Serikat. Menurut data Depkes, jumlah pasien hiperglikemi rawat inap dan
rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit
endokrin (Depkes RI 2005).
Jumlah orang yang menderita hiperglikemi diperkirakan akan meningkat dengan
cepat dalam 25 tahun, dengan perkiraan peningkatan sebesar 42 persen terjadi
pada negara berkembang. Perkiraan ini didasarkan pada perubahan demografi pada
masyarakat, tanpa mempertimbangkan perubahan gaya hidup. Di negara berkembang angka
kejadian kelebihan berat badan dan kegemukan terus meningkat dengan cepat
karena menurunnya aktivitas fisik dan banyak makan. Kejadian ini meningkat
dengan cepat pada angka kejadian hiperglikemi(Glumer et al. 2003). Hiperglikemi
merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan
dapat menurunkan mutu sumber daya manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh
secara individu, tetapi juga pada sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum
ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan
masyarakat Indonesia diperkirakan penderita hiperglikemi ini semakin meningkat,
terutama pada kelompok umur dewasa ke atas pada seluruh status sosial ekonomi.
Saat ini upaya penanggulangan penyakit hiperglikemi belum menempati skala
prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif
yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit
jantung kronis, hipertensi, otak, sistem saraf, hati, mata dan ginjal (Dirjen
Bina Kesmas depkes RI 2003)
Data
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia dari berbagai penelitian epidemiologis
sebagaimana diungkapkan ketua pengurus besar perkeni dr. Sidartawan Soegondo
Sp.PD, KE menujukan sekitar tahun 1980-an prevalensi diabetes pada penduduk
diatas usia 15 tahun adalah 1,5-2,3%. Penelitian tahun 1991 di Surabaya
mendapatkan prevalensi 1,43% pada penduduk diatas 20 tahun. Dipedesan Jawa
Timur tahun 1989 prevalensinya 1,47%. Hasil penelitian di Jakarta menunjukan
adanya peningkatan prevalensi DM 1,7% (1982) menjadi 5,7% 1993. Sementara di
depok dan Jakarta tahun 2001 angkanya 12,8%. Prevalensi DM di makasar meningkat
dari 1,5% (1981) menjadi 2,9% (1998). (armaididarmawan blogspot.com/2010)
Menurut
Diabetic Federation, organisasi yang peduli terhadap permasalahan diabetes,
jumlah penderita diabetes mellitus yang ada di Indonesia tahun 2001 terdapat
5,6 juta jiwa untuk usia diatas 20 tahun. Pada tahun 2020 diestimasikan akan
meningkat menjadi 8,2 juta, apabila tidak dilakukan upaya perubahan gaya hidup
sehat pada penderita. (Depkes, 2005) Dengan terjadinya peningkatan
jumlah penderita DM, maka jumlah peningkatan penyakit hiperglikemia bisa
dikatakann meningkat sesuai dengan angka kejadian diabetes mellitus atau bahkan
lebih. Peningkatan dapat diturunkan dengan melakukan pencegahan, penanggulangan
baik secara medis maupun non medis, baik oleh pemerintah maupun masyarakat
sesuai dengan porsinya masing-masing. Perawat sebagai salah satu tim kesehatan
mempunyai peran yang sangat besar dalam mengatasi hiperglikemi. diperlukan
peran perawat sebagai pelaksana dan pendidik dengan tidak mengabaikan
kolaboratif. Pentingnya peran perawat sebagai pendidik agar penderita
hiperglikemi mau dan mampu untuk melakukan latihan jasmani secara teratur dan
mengatur pola makannya yang dapat mencegah terjadinya komplikasi dari
hiperglikemi.
2.4 DIABETES MELLITUS
¨ Definisi
Diabetes Mellitus
Diabetes
mellitus (DM) adalah suatu kumpulan
gejala klinis (sindroma klinis) yang timbul oleh karena adanya peningkatan
kadar gula (glukosa) darah kronis akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif. Penyebab diabetes mellitus adalah kekurangan hormon insulin yang berfungsi
memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesis lemak. Akibatnya adalah glukosa bertumpuk di dalam darah
(hiperglikemia) dan akhirnya diekskresikan lewat kemih tanpa digunakan
(glycosuria).Oleh karena itu,produksi kemih sangat meningkat dan pasien harus
sering kencing, merasa sangat haus, berat badan menurun, dan merasa lelah (Katzung,
2002).
¨ Epidemiologi
Prevalensi
penyakit diabetes melitus di dunia diperkirakan telah mencapai 2,8% pada tahun
2000 dan 4,4% pada tahun 2030. Total penduduk dunia yang menderita diabetes
melitus mencapai 171 juta penduduk pada tahun 2000 dan pada tahun 2030
diperkirakan mencapai 366 juta penduduk. Di Indonesia sendiri, berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden
berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar
glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75
gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2%
mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih
banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan
dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka
penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1
%, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu
13,5%. Beberapa hal yang dihubungkandengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral),
hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5
porsi perhari ( Sarahet al., 2004 ).
¨ Tipe
Diabetes
Diabetes dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
Diabetes mellitus tipe I (Insulin dependent)
DM tipe I umumnya timbul pada
anak-anak dan dewasa muda. DM tipe I terjadi
karena destruksi sel-sel pembuat insulin melalui mekanisme imunologik sehingga
menyebabkan hilangnya hampir seluruh insulin endogen. Penderita DM tipe I
mengalami ketergantungan terhadap insulin eksogen untuk menurunkan kadar
glukosa plasma dan menghindari ketoasidosis (KAD) serta untuk mempertahankan
hidupnya . Pada penderita DM tipe I perawatan insulin adalah mutlak (Leslie,
1991).
2.
Diabetes melitus tipe II (Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus)
DM tipe II biasanya timbul pada usia
lebih dari 40 tahun. Pada DM tipe II sel
β pankreas tidak rusak tetapi terjadi resistensi terhadap kerja insulin. Produksi insulin biasanya dapat
untuk mencegah KAD, namun KAD dapat timbul bila ada stress berat (Woodley dan
Whelan,1995).
3.
DM tipe lain
Dapat disebabkan oleh efek genetik
fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi dan sindrom
genetika lain yang berkaitan dengan diabetes mellitus (Katzung, 2002).
4.
Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes yang timbul selama
kehamilan, artinya kondisi diabetes atau intoleransi glukosa yang didapati
selama masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga. Diabetes
mellitus gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal (di
sekitarwaktu melahirkan), dan sang ibu memiliki resiko untuk dapat menderita
penyakit diabetes mellitus yang lebih besar dalam jangka waktu 5 sampai 10
tahun setelah melahirkan (Woodley dan Wheland, 1995).
Tes-tes yang digunakan untuk pengukuran kadar glukosa adalah:
a
Kadar glukosa plasma. Penderita dikatakan DM bila
kadar glukosa plasmanya lebih dari 140 mg/dl yang ditunjukkan pada sedikitnya
dua kali pemeriksaan.
b
Uji toleransi glukosa oral. Hasil yang normal
menunjukkan kadar glukosa plasma pada keadaan puasa kurang dari 115 mg/dl.
Kadar glukosa plasma 2 jam sesudah pemberiaan glukosa meningkat menjadi 200
mg/dl (Woodley dan Wheland, 1995).
Toleransi
glukosa ditunjukkan oleh kurva glukosa darah sesudah pemberian sejumlah glukosa
untuk tes. Penyakit diabetes mellitus (DM tipe I) ditandai dengan penurunan
toleransi glukosa akibat berkurangnya sekresi insulin sebagai respon terhadap
pemberian glukosa (Harper dkk., 2003).
¨ Faktor
resiko
Beberapa faktor resiko dari diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
1.
Keturunan
Sekitar 50 % pasien diabetes tipe 2
mempunyai orangtua yang menderita diabetes, dan lebih sepertiga pasien diabetes
mempunyai saudara yang mengidap diabetes. Sedangkan untuk diabetes tipe 1,
sekitar 20 % terjadi pada penderita dengan riwayat keluarga terkena diabetes
dan 80 % terjadi pada penderita yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan
diabetes. (WHO, 2002).
2.
Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu, seperti suku
indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika di Afrika, mempunyai resiko
lebih besar terkena diabetes tipe 2.Sedangkan diabetes tipe 1 sering terjadi
pada orang Finlandia dengan presentase mencapai 40 %.
3.
Usia
Pada diabetes tipe 1, usia muda
merupakan awal terjadinya penyakit tersebut, sedangkan pada diabetes tipe 2
umur puncak berada pada usia diatas 45 tahun.
4.
Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita
diabetes tipe 2 adalah mereka yang mengalami kegemukan. Makin banyak jaringan
lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja insulin,
terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral
atau perut. Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat
diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
5.
Sindroma Metabolik
Menurut WHO dan National Cholesterol
Education Program : Adult Treatment Panel III, orang yang menderita sindroma
metabolic adalah mereka yang punya kelainan seperti : tekanan darah tinggi
lebig dari 160/90mmHg, trigliseridaa
darah lebih dari 150mg/dl, kolesterol HDL <40 mg/dl, obesitas sentral dengan
BMI lebih dari 30, lingkar pinggang melebihi 102 cm pada pria atau melebihi 88
cm pada wanita, atau sudah terdapat mikroalbuminuria.
6.
Kurang Gerak Badan
Olahraga atau aktivitas fisik
membantu untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi,
sel-sel tubuh menjadi lebih sensitive terhadap insulin.peredaran darah lebih
baik dan resiko terjadinya diabetes tipe 2 akan turun sampai 50%.
7.
Faktor Kehamilan
Diabetes pada ibu hamil dapat
terjadi pada 2-5 % kehamilan. Biasanya diabetes akan hilang setelah anak lahir.
Ibu hamil dengan diabetes dapat melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih
dari 4 kg. Apabila ini terjadi, sangat besar kemungkinan si ibu akan mengidap
diabetes tipe 2 kelak.
8.
Infeksi
Infeksi virus dapat juga dijadikan
penyebab timbulnya diabetes mellitus.Adapun virus-virus tersebut adalah
virus cytomegalovirus, virus rubella
dan virus coxsackie.
¨ Gejala
Diabetes Mellitus
Gejala diabetes dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu :
a.
Gejala Akut
Pada permulaan gejala yang ditunjukkan
meliputi tiga serba banyak yaitu:
- Banyak makan (polifagia)
- Banyak minum (polidipsi)
- Banyak kencing (poliuria)
Dalam fase
ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus bertambah, karena
pada saat itu jumlah insulin masih mencukupi. Apabila keadaan ini tidak segera
diobati maka akan timbul keluhan lain yang disebabkan oleh kurangnya insulin.
Keluhan tersebut diantaranya:
- nafsu makan berkurang
- banyak minum
- banyak kencing
- berat badan turun dengan cepat
- mudah lelah
- bila tidak segera diobati,penderita akan
merasa mual bahkan penderita
akan jatuh koma (koma diabetik).
b.
Gejala Kronik
Gejala
kronik akan timbul setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah penderita
menderita diabetes. Gejala kronik yang sering dikeluhkan oleh penderita, yaitu:
- Kesemutan
- Kulit terasa panas
- Terasa tebal dikulit
- Kram
- Lelah
- Mudah mengantuk
- Mata kabur
- Gatal disekitar kemaluan
- Gigi mudah
goyah dan mudah lepas
- Kemampuan seksual menurun
- bagi penderita yang sedang hamil akan
mengalami keguguran atau
kematian janin dalam kandungan atau berat
bayi lahir lebih dari 4 kg.
¨ Diagnosis
Diabetes Mellitus
Menurut kriteria International
Diabetes Federation (IDF), American Diabetes Association (ADA) dan Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (Perkeni), apabila gula darah pada saat puasa diatas
126mg/dl dan 2 jam sesudah makan diatas 200mg/dl, diagnosis diabetes bisa
dipastikan.
Tabel. Kriteria
Diagnosis Diabetes (WHO)
Jika kadar glukosa darah tidak normal tetapi belum
termasuk kriteria diagnosis untuk diabetes, keadaan ini disebut Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) atau IGT. Seseorang dengan TGT mempunyai risiko terkena
diabetes tipe 2 jauh lebih besar
daripada orang biasa.
¨ Farmakoterapi
Diabetes
1.
terapi insulin
Terapi dengan
menggunakan insulin, masih
menjadi obat utama
untuk. Diabetes Melitus tipe 1
dan beberapa Diabetes Melitus tipe 2.
Suntikan insulin dapat dilakukan dengan
berbagai cara antara lain melalui intravena, intramuskuler, dan untuk
penggunaan jangka panjang dapat dilakukan melalui subkutan. Insulin subkutan
diberikan kepada penderita Diabetes Melitus tipe 1 dan Diabetes Melitus tipe 2
yang tidak dapat diatasi hanya dengan
diet dan obat oral, pasien Diabetes Melitus
pasca pankreotomi, ataupun
Diabetes Melitus disertai
kehamilan,dan pasien Diabetes Melitus dengan komplikasi lainnya.
Tujuan pemberian
insulin adalah untuk
memperbaiki berbagai aspek metabolik pada
penderita. Keadaan yang
mendekati normoglisemia dicapai dengan multipel
dosis insulin atau
dengan infusion pump
therapy dengan mencapai glukosa
darah puasa berkisar antara 90-120 mg/dl, glukosa darah 2 jam postpandrial kurang
dari 150 mg/dl, dan HbA1c
kurang dari 7%
(atau 6,5%). Sediaan insulin
umumnya didapatkan dari babi atau sapi dengan cara rekombinan DNA
akan diperoleh insulin
yang analog dengan
insulin manusia. Pemberian insulin
juga menimbulkan beberapa efek
samping antara lain
hipoglikemi yang sangat sering
terjadi, reaksi alergi
dan resistensi pada
penggunaan insulin rekombinan
murni, lipoatrofi pada
jaringan lemak subkutan
di tempat suntikan karena variant
respon imun dan
lipohipertrofi pada lemak
subkutan karena efek lipogenik insulin yang kadarnya tinggi
pada daerah tempat suntikan, efek samping lainnya antara lain kembung, edema,
dan visus terganggu.
¨ Golongan
Sulfonilurea
v Generasi 1:
Tolbutamid, Asetoheksimid, dan Klopropamid
v Generasi 2:
Gliburid (Glibenklamid), Glipizid, Gliklazid, dan Glimepirid
v Mekanisme kerja: Merangsang sekresi
insulin dari sel-sel
ß pankreas melalui interaksi dengan
ATP-sensitive K channel
pada membran sel
ß yang menimbulkan depolarisasi
membran sehingga membuka
kanal Ca. Dengan terbukanya kanal
Ca maka ion Ca
2+akan masuk ke
sel-sel ß pankreas, merangsang granula
yang berisi insulin dan
akan terjadi sekresi
insulin dengan jumlah ekuivalen
dengan peptida-C. Penggunaan
jangka panjang dapat
terjadi hipoglikemi
v Farmakokinetik
: Absorbsi melalui saluran cerna cukup
efektif, namun makanan dan keadaaan hiperglikemia dapat mengurangi absorbsi.
Karena masa paruhnya pendek,
sebaiknya diminum 30 menit
sebelum makan. Di dalam plasma sekitar 90-99% akan
terikat oleh protein
plasma terutama albumin
dan ikatan yang terbesar
adalah gliburid dan
yang paling kecil
adalah klopropamid. Karena semua
sediaan dimetabolisme di hepar dan diekskresi di ginjal, sediaan ini
tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang
berat.
v Efek Samping
: Insiden efek samping generasi 1 lebih
rendah 4% dibandingkan dengan generasi
2. Hipoglikemi banyak
terjadi pada pasien
usia lanjut dengan gangguan hepar
atau ginjal terutama
dengan masa kerja
panjang, pasien tidak mendapat dosis yang tepat, dan yang tidak makan dengan cukup. Efek samping lainnya adalah
mual, muntah, diare,
gejala hematologik, gejala
susunan saraf pusat, mata dan sebagainya.
¨ Golongan
Meglitinid
v Bentuk
Sediaan: Repaglinid dan Nateglinid
v Mekanisme Kerja:
sama dengan sulfonilurea
namun struktur kimianya
sangat berbeda .Farmakokinetik: dengan pemberian oral absrobsinya cepat
dan mencapai puncak dalam waktu 1 jam. Masa
paruhnya 1 jam,
karenanya harus diberikan beberapakali dalam
sehari sebelum makan.Metabolisme utamanya
di hepar dan metabolitnya tidak aktif. Sekitar 10%
dimetabolisme di ginjal.
v Efek
samping: hipogllikemi, dan gangguan saluran cerna
¨ Golongan
Biguanid
v Bentuk
Sediaan: Fenformin, Buformin, dan Metformin
v Mekanisme Kerja:
Metformin menurunkan produksi
glukosa di hepar
dan meningkatkan
sensitivitas jaringan otot
dan adiposa terhadap
insulin. Efek ini terjadi
karena adanya aktivasi
kinase di sel (
AMP- acivated protein). Biguanid tidak merangsang
maupun menghambat perubahan
glukosa menjadi lemak sehingga pada
pasien Diabetes Melitus yang gemuk,
biguanid dapat membantu penurunan
berat badan.
v Farmakokinetik
: Metformin oral akan diabsorbsi di
intestinal, dalam darah tidak
terikat protein plasma,
ekskresi melalui urin
dalam keadaan utuh. Masa
paruh sekitar 2 jam.
¨ Golongan
Tiazolidinedion
v Bentuk
Sediaan: Pioglitazon dan Rosiglitazon
v Mekanisme kerja:
Obat pada golongan ini meningkatkan
disposal glukosa pada sel dan mengurangi
produksi glukosa di
hati. Ada pendapat lain
yang menyatakan bahwa kerja dari
sediaan ini adalah untuk
aktivasi hormon adiposit dan adipokin,
yang nampaknya adalah
adiponektin. Senyawa ini
tersebut dapat meningkatkan sensitivitas
insulin melalui peningkatan
AMP kinase yang merangsang transport
glukosa ke sel
dan meningkatkan oksidasi asam
lemak.Sehingga agar obat
tersebut bekerja diperlukan
adanya insulin. Selain itu
untuk sediaan obat ini
jenis glitazon dapat
menurunkan produksi glukosa
hepar, menurunkan asam lemak bebas di plasma dan remodelling jaringan
adipose. Untuk sediaan jenis
pioglitazon dan rosiglitazon
dapat menurunkan HbA1C sekitar
1-1,5%. dan juga
berkecenderungan menaikan HDL
serta berefek secara variatif pada LDL.
v Farmakokinetik: Absorbsi
peroral tidak dipengaruhi
adanya makanan, berlangsung sekitar
2 jam.Ekskresinya melalui ginjal, namun dapat diberikan pada keadaan
insufisiensi renal.
¨ Penghambat
Enzim α -Glikosidase
v Mekanisme
Kerja: Obat golongan ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida,
dekstrin, dan disakarida
di intestin. Sehingga
dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal
maupun pada pasien Diabetes Melitus. Karena tidak mempengaruhi insulin maka
tidak akan menimbulkan hipoglikemi. Biasanya digunakan untuk penderita Diabetes
Melitus usia lanjut dengan monoterapi atau yang kadar glukosa darah postpandrialnya
tinggi.
v Farmakokinetik:
Absorbsinya cepat, sehingga paling efektif diberikan bersamaan dengan makanan
berserat yang mengandung polisakarida namun
sedikit glukosa dan sukrosa. Bila diberikan
bersamaan dengan sulfonilurea
dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemi.
3.5 MASERASI
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding seldan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dank arena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dsalam sel dengan yang diluar sel,maka
larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dengan larutan di
dalam sel. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat
aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah
mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-lain.Keuntungan
cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan sederhana
dan mudah diusahakan, unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana
perendam, biaya operasionalnya relatif rendah, prosesnya relatif hemat penyari,
tanpa pemanasan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaanya lama, dan
penyariannya kurang sempurna.
3.6 SIRUP
Dalam Farmakope Indonesia edisi III, Sirup
adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kecuali dinyatakan
lain,kadar sakarosa,C12H22O11,tidak kurang
dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%. Sirup adalah sediaan pekat dalam air
dari gula atau perngganti gula dengan atau tanpa penambahan bahan pewangi dan
zat obat (Ansel, 1989)
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau
gula lain yang berkadar tinggi (sirop simpleks adalah sirop yang hampir jenuh
dengan sukrosa). Kadar sukrosa dalam sirop adalah 64-66% , kecuali dinyatakan
lain (Syamsuni, 2007). Sirop adalah larutan pekat gula atau gula lain yang
cocok yang di dalamnya ditambahkan obat atau zat wewangi, merupakan larutan
jerni berasa manis. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol, atau polialkohol yang
lain dalam jumlah sedikit, dengan maksud selain untuk menghalangi pembentukan
hablur sakarosa, juga dapat meningkatkn kelarutan obat (Anonim, 1978).
¨
Komponen
sirup
Sebagian besar sirup-sirup mengandung komponen-komponen berikut didamping
air murni dan semua zat-zat obat yang ada:
1.
Gula, biasanya sukrosa atau pengganti gula igunakan untuk
memberi rasa manis dan kental
2.
Pengawet anti mikroba. Diantara pengawet-penagawet yang umum
digunakan sebagi sirup denga konsentrasi lasim yang efektif adalah : asam
benzoat (0,1-0,2 %), natrium benzoat (0,1-0,2 %) dan berbagi campuran
metil-,profil,dan butil paraben (total ± 0,1 %). Sering kali alkohol digunakan
dalam pembuatan sirup untuk membantu kelarutan bahan-bahan yang larut dalam
alkohol, tetapi secara normal alkohol tidak ada dalm produk akhir dalm jumlah
yang dianggap cukup sebagai pengawet (15-20 %).
3.
Pembau atau pemberi harum pada sediaan sirup
4.
Pewarna. Untuk menambah daya tarik sirup, umumnya digunakan
zat pewarna yang berhubungan dengan pemberi rasa yang digunakan ( misalnya
hijau untuk rasa permen, coklat untuk rasa coklat dan sebaginya). Pewarna yang
digunakan umum larut dalam air, tidak bereaksi dengan komponen lain dari sirup,
dan warna stabil pada kisaran pH dan dibawah cahaya yang intensif sirup
tersebut mungkin menjadi enounter selama masa penyimpanan.
5.
Perasa hampir semua
sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahan-bahan yang berasal dari
alam seperti minyak-minyak menguap (contoh : minyak jeruk), vanili dan
lain-lainnya. Untuk membuat sirup jamin yang sedap rasanya. Karena sirup adalah
sediaan air, pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup.
Akan tetapi, kadang-kadang sejumlah kecill alkohol ditambahkan kesirup untuk
menjamin kelangsungan kelarutan dari pemberi rasa yang kelarutannya dalam air
buruk.
6.
Biasanya untuk untuk sirup yang dibuat dalam
perdagangan,mengandung pelarut-pelarut khusus,pembantu kelarutan,kental,dan
stabilisator.
¨ Jenis – Jenis Sirup
Ada 3 macam sirup,
yaitu :
1.
Sirop simpleks : mengandung 65% gula dengan larutan nipagin
0,25% b/v.
2. Sirop obat :
mengandung 1 jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan dan digunakan
untuk pengobatan.
3. Sirop pewangi :
tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau zat penyedap lain.
Tujuan pengembangan sirop ini adalah
untuk menutupi rasa tidak enak dan bau obat yang tidak enak
¨ Keuntungan
1. Sesuai untuk pasien
yang sulit menelan (pasien usia lanjut, parkinson, anak - anak).
2. Dapat meningkatkan kepatuhan minum obat
terutama pada anak - anak karena rasanya lebih enak dan warna lebih menarik.
3. Sesuai untuk yang
bersifat sangat higroskopis dan deliquescent.
¨ Kerugian
1.
Tidak semua obat ada di pasaran bentuk sediaan sirup.
2.
Sediaan sirup
jarang yang isinya zat tunggal, pada umumnya campuran/kombinasi beberapa zat
berkhasiat yang kadang-kadang sebetulnya tidak dibutuhkan oleh pasien. Sehingga
dokter anak lebih menyukai membuat resep puyer racikan individu untuk pasien.
3.
Tidak sesuai untuk bahan obat yang rasanya tidak enak
misalnya sangat pahit (sebaiknya dibuat kapsul), rasanya asin (biasanya
dibentuk tablet effervescent).
4.
Tidak bisa untuk sediaan yang sukar larut dalam air (biasanya
dibuat suspense atau eliksir). Eliksir kurang disukai oleh dokter anak karena
mengandung alcohol, suspense stabilitasnya lebih rendah tergaantung ormulasi
dan suspending egent yang digunakan.
5.
Tidak bisa untuk bahan obat yang berbentuk minyak (oily,
biasanya dibentuk emulsi yang mana stabilitas emulsi lebih rendah dan
tergantung formulasi serta emulsifying agent yang digunakan).
6.
Tidak sesuai untuk bahan obat yang tidak stabil setelah
dilarutkan (biasanya dibuat sirup kering yang memerlukan formulasi khusus,
berbentuk granul, stabilitas setelah dilarutkan haInya beberapa hari).
7.
Harga relatif mahal karena memerlukan formula khusus dan
kemasan yang khusus pula.
¨ Stabilitas Fisika
Stabilitas fisika adalah tidak terjadinya perubahan sifat
fisik dari suatu produk selama waktu penyimpanan. Stabilitas fisika pada
sediaan sirup dilakukan untuk mempertahankan keutuhan fisik meliputi perubahan
warna, perubahan rasa, perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan.
Uji stabilitas fisika sediaan sirup
:
1. Organoleptik seperti bau, rasa,
warna
2. pH
3. Berat jenis
4. Viskositas
5. Kejernihan larutan
6. Uji homogenitas
¨ Ketidakstabilan dan Cara Menstabilkan Pada Sediaan Sirup
Ø Sediaan sirup mengandung air dan
gula sehingga merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme
sehingga harus ditambahkan pengawet. Pengawet yang dapat digunakan antara lain
nipagin dan nipasol dengan perbandingan 0,18 : 0,02 (nipagin bersifat
fungistatik dan nipasol bersifat bakteriostatik) kombinasi ini efektif untuk
pencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri dan jamur.
Ø Zat aktif stabil pada pH tertentu oleh karena itu diperlukan
dapar untuk mempertahankan pH sediaan sirup. Dapar yang biasa digunakan antara lain : dapar sitrat, dapar
fosfat, dapar asetat.
Ø Dalam sediaan sirup ada senyawa yang
peka terhadap cahaya, maka digunakan botol berwarna coklat.
Ø Rasa sirup yang kurang menyenangkan dapat diberi pemanis dan
perasa agar penggunaannya lebih nyaman.
Ø Untuk zat aktif yang mudah
teroksidasi dalam sediaan sirup ditambahkan antioksidan. Contohnya : asam
askorbat, asam sitrat.
Ø Untuk mencegah caplocking karena
sirupus simplek maka ditambahkan sorbitol/gliserin/propilenglikol 10% (sebagai
pengental).
Ø Sediaan cair biasanya bersifat
voluminous pada saat disimpan sehingga perlu dikemas pada wadah yang sesuai.
3.7 Formulasi
R/ ekstak terong 5,5 gram
Sirup usp 8%
Putih telur 0,2%
Natrium benzoat 0,02%
Flavuor melon qs
Aquadest ad 30 ml
Mf. Sirup
S.2 dd 1 C
v Jurnal
formulasi acuan : formulasi dari sediaan minum herbal imonodulator berbasis
rumput laut.
v Faktor
konversi dosis tikus ke mencit:
0,1g/200g Bb tikus :
mencit X 0.14
: 0,1 X
0,14g/20 BB mencit
: 0,014g/20
BB Mencit
v Konversi
mencit ke manusia : 0,014 X 387,9 g/70
kg BB
5,4306
g/70 kg BB
BAB III
METODOLOGI
3.1
Skema Kerja Pembuatan Simplisia
Alat
: Pisau, blender, ayakkan,
Bahan : terong unggu
Pembuatan
simplisia :
Buah terong unggu
|
Di cuci bersih di ambil kulitnya
|
Di timbang 40
gram
|
Di blender lalu di ayak
|
Di angin – anginkan
|
Di potong kecil –
kecil
|
3.2
Pembuatan Ekstrak
Alat : elenmeyer, kertas saring,corong,cawan,water bhat
Bahan: simplisia kulit terong, etanol 95% , aquadest
Pembuatan ekstrak
Simplisa kulit
terong 40 g
|
Di masukan dalam elenmeyer di rendam dengan etanol 95% pada suhu kamar selama 4 hari smbil di kocok
|
Di saring dengan kertasa saring
|
Di uapkan di water bhat
|
Di dapatkan ekstrak kental
|
3.3 Skema Pemberian Sukrosa
Alat : sonde
Bahan : sukrosa
Mencit yang
telah di puasa selama 4 jam
|
Mencit di
induksi dengan sukrosa
|
Setelah di
induksi di beri makan dan minum
|
Mencit di induksi setiap pagi hari sebelum mencit di
gunakan atau di uji DMnya
|
3.4
Skema Kerja Uji Kadar Gula Pada Mencit
Alat
: kapas, alkohol, gunting, cawan
Bahan:
mencit
Mencit di ambil dari tempatnya
|
Di sterilkan guting dengan alkohol
|
Mencit di masukan kedalam cawan yang sudah di
telungkupkan agar mencit tidak lari
|
Mencit di
puasakan selama jam
|
Setelah di ukur kadar gula di dipatkan kadar gula awal
sebesar 129mg/dl
|
Gunting ekor tikus dan di uji pada alat gluko tes
|
Pegang ekor tikus dan di sterilkan dengan alkohol
|
Di sonde kan eksta kulit terong 1 ml yang telah di larutkan dengan
aquadest
|
Pengecekan kadar gula setelah pemberiaan ekstak kulit terong
|
Setelah pemberian ekstrak kadar gula darah mencit 173
mg/dl
|
3.5
Skema Pembuatan Formulasi
R/ ekstak terong 5,5 gram
Sirup usp 8%
Putih telur 0,2%
Natrium benzoat 0,02%
Flavuor melon qs
Aquadest ad 30 ml
Mf. Sirup
S.2 dd 1 C
Bahan
: mortir dan stemper, beker glass, corong,kertas saring, gelas ukur
Skema
pembuatan formulasi
Siapkan alat dan
bahan
|
Masukan ekstak gerus ad homogen di tambah dengan aquadest secukupnya
|
Timbanag natrium benzoat masukkan mortir gerus dengan putih telur
ad homogen
|
Timbang putih telur masukkan dalam mortir gerus ad
homogen
|
Timbang ekstrak kulit terong sebanyak 5,5 gram sisih kan
|
Masukan sirup simpek gerus ad homogen
|
Di saring masukan botol ad tanda batas + label etiket
|
BAB IV
DATA HASIL DAN PEMBAHASAAN
4.1 hasil
·
organoleptis :
warna
: kuning kecoklatan
bau : melon
rasa : manis getir
·
homogenitas : Homogen
·
kejernihan : Jernih
·
PH : 3
,8
·
BJ :
-
Bobot piknometer kosong (W1g)
: 20,75 g
-
Bobot pinometer + solven (W1’g)
: 45,38 g
-
Bobot solven (W1’g – W1g
= W2g : 45,38 – 20,75 = 24,63
g
-
Bobot bahan (W3g) : 1,02 g
-
Bobot piknometer + solven + bahan =
43,53 gram
-
Perhitungan :
F
= W2.W3
(25.(W2+W3)-(W4-W1) )
24,63 . 1,02
(25.(24,63+1,02)-(43,53 – 20,75) )
25,12 gram
(25. (25,65 – 22,78) )
25,12 gram
71,75
=
0,35 g/ cc
Berikut adalah data
yang diperoleh dari hasil perlakuan pada mencit yang telah diinduksi sesuai
dengan ketentuan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya.
jam ke - 0
|
60
|
120
|
180
|
240
|
|
KONTROL -
|
137,00
|
153,00
|
77,00
|
116,00
|
113,00
|
164,00
|
116,00
|
103,00
|
126,00
|
120,00
|
|
134,00
|
135,00
|
112,00
|
113,00
|
91,00
|
|
KONTROL +
|
|||||
227,00
|
173,00
|
96,00
|
87,00
|
90,00
|
|
116,00
|
135,00
|
90,00
|
116,00
|
115,00
|
|
154,00
|
179,00
|
118,00
|
125,00
|
111,00
|
|
KELOMPOK A
|
|||||
134,00
|
107,00
|
111,00
|
75,00
|
115,00
|
|
174,00
|
124,00
|
118,00
|
134,00
|
118,00
|
|
133,00
|
114,00
|
82,00
|
97,00
|
128,00
|
|
KELOMPOK B
|
|||||
175,00
|
128,00
|
117,00
|
124,00
|
101,00
|
|
140,00
|
101,00
|
99,00
|
86,00
|
83,00
|
|
252,00
|
111,00
|
111,00
|
107,00
|
90,00
|
|
KELOMPOK C
|
|||||
152,00
|
118,00
|
124,00
|
114,00
|
111,00
|
|
130,00
|
128,00
|
113,00
|
114,00
|
116,00
|
|
152,00
|
118,00
|
134,00
|
134,00
|
96,00
|
|
KELOMPOK D
|
|||||
151,00
|
156,00
|
124,00
|
114,00
|
115,00
|
|
114,00
|
118,00
|
113,00
|
124,00
|
105,00
|
|
177,00
|
194,00
|
130,00
|
101,00
|
98,00
|
Sesuai
dengan data di atas diperoleh hasil
4.2
Pembahasan
Terung
ungu bentuk beragam yaitu
silindris, lonjong, oval
atau bulat. Warna kulit ungu hingga ungu mengilap. Terung ungu merupakan buah sejati tunggal, berdaging
tebal, lunak, dan
berair. Buah tergantung
pada tangkai buah. Dalam
satu tangkai umumnya
terdapat satu buah
terung, tetapi ada
juga yang memiliki lebih dari
satu buah. Biji terdapat
dalam jumlah banyak dan tersebar
di dalam daging buah. Daun
kelopak melekat pada dasar buah,
berwarna hijau atau keunguan.Terung ungu
mengandung serat yang
tinggi. Terung ungu
mengandung vitamin B1, B6,
K, copper, Mg, Mn, phospor, asam folat.
Nasunin, antosianin yang kandung di dalam kulit terung ungu merupakan
antioksidan yang memiliki potensi tinggi
sebagai scavenger radikal
bebas dan memiliki
aktivitas protektif terhadap
peroksidasi lipid.
Flavonoid
merupakan agen antidiabetes
yang potensial karena
flavonoid menggunakan beberapa kerja yang bersifat insulinomimetic dan
antihiperglikemik yang memiliki efek untuk
memperbaiki kondisi penderita
diabetes melitus. Flavonoid
merupakan senyawa seperti
fenol yang dimiliki oleh banyak
tanaman sebagai inhibitor glukosidase.
Glukosidase inhibitor
merupakan agen potensial untuk terapi Diabetes Melitus karena glukosidase
mempengaruhi proses biologis secara relevan. Enzim glukosidase berlokasi di
brush border di dalam usus halus dan
dibutuhkan untuk pemecahan
karbohidrat sebelum diserap
sebagai monosakarida. Inhibitor alfa-glukosidase menunda absorbsi dari
karbohidrat yang didapatkan dari makanan,
sehingga mengurangi kadar
glukosa dalam darah setelah makan. Dari hal
ini, jelas bahwa
flavonoid dapat bertindak melalui beberapa jaringan untuk
meregulasi homeostasis serum glukosa.
Antosianin merupakan pembentuk utama dari
golongan flavonoid yang berguna untuk memberikan warna pada tumbuhan dari
warna merah muda sampai benar-benar merah dan warna ungu sampai biru tua pada
beberapa bunga, buah, dan daun dari angiosperm. Mereka kadang terdapat pada
beberapa jaringan tumbuhan seperti akar, umbi-umbian, batang, dan juga
ditemukan pada macam-macam gymnospermae, pakis, dan beberapa bryophyta. Antosianin adalah turunan dari antosianidin yang meliputi liaontin gula.
Antosianin termasuk kelas pembentuk golongan falavonoid yang disintesis melalui
fenilprovanoid, mereka tidak berbau dan hampir tanpa rasa, memberikan
kontribusi untuk mencicipi sebagai sedang zat sensasi.
Hiperglikemia merupakan keadaan
peningkatan glukosa darah daripoada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl
darah, atau rentang non puasa sekitar 140 – 160 mg /100 ml darah Penyebab tidak
diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui kekurangan insulin adalah
penyebab utama dan faktor herediter yang memegang peranan penting. Yang lain
akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau
langerhans.
Diabetes
mellitus (DM) adalah suatu kumpulan
gejala klinis (sindroma klinis) yang timbul oleh karena adanya peningkatan
kadar gula (glukosa) darah kronis akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif. Penyebab diabetes mellitus adalah kekurangan hormon insulin yang berfungsi
memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesis lemak. Akibatnya
adalah glukosa bertumpuk di dalam darah
(hiperglikemia) dan akhirnya diekskresikan lewat kemih tanpa digunakan
(glycosuria).Oleh karena itu,produksi kemih sangat meningkat dan pasien harus
sering kencing, merasa sangat haus, berat badan menurun, dan merasa lelah.
Terong yang
sudah di ekstraksi denagan menggunakan metode maserasi dengan penggunakan
pelarut etano 95% sebanyak 450 ml dan di tambah dengan aquades sebayak 5ml.
Kulit terong dalam bentuk simpilsia di campur denagn pelarut etanol tersebut
dilarutkan dan di diamkan selama 4 hari dan hasil yang di dapatkan di saring
dan di uapkan dengan water bhat dan di dapatkan ekstrak kulit terong. Mencit
yang telah di induksi dengan sukrosa dan telah di beri makan dan telah di
puasakan selam 6 jam. Mencit diambil dari tempat dan di taruh di atas meja yang
di tutup dengan cawan, ambil ekor mencit di sterilkan dengan alkohol semua alat
yang mau di gunakan di sterilkan dengan alkohol. Ambil ekor mencit gunting dan
cek darah dengan alat gluko tes di dapatkan kadar gula darah pada mencit adalah
129mg/dl ini kadar gula darah mencit sebelum di beri ekstrak. Mencit diberi
ekstrak kulit terong 1 ml yang telah di larutkan dengan aqudest di sondekan ke
mencit. Mencit yang sudah di beri ekstrak di diamkan selama 1 jam tampa di beri
makan dan minum. Mencit yang sudah di diamkan di cek lagi kadar gulanya dapat
hasil137mg/dl seharusnya kadar gula darah pada mencit me nurun tetapi ini malah
meningkat kemungkinan di karenakan pada waktu peyondean ekstra terong tidak
baik banyak ekstrak yang tidak terminum oleh mencit jadi pda saat kadar gula
mencit di cek efek dari ekstrak tersebut belum di ketahui atau belum berefek
pada mencit itu sendiri. Waktu yang di gunakan untuk mengukur kadar gula darah
juga sangat mempengaruhi penurunana kadar gula darah pada mencit jadi
kemungkinana kenapa kadar gula darah mencit masih meingkat di karenakan waktu
yang di gunakan untuk mengukur kadar gula darah kurang lama seharusnya setelah
pemeriksaan kadar gula pertama mencit harus di diamkan lagi selama 1 jam dan di
cee lagi agar di tau lebih jelas apakah kadar gula pada mencit akan menurun.
Sirup
adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain yang berkadar tinggi
(sirop simpleks adalah sirop yang hampir jenuh dengan sukrosa). Kadar sukrosa
dalam sirop adalah 64-66%. Sirop adalah larutan pekat gula atau gula lain yang
cocok yang di dalamnya ditambahkan obat atau zat wewangi, merupakan larutan
jerni berasa manis. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol, atau polialkohol yang
lain dalam jumlah sedikit, dengan maksud selain untuk menghalangi pembentukan
hablur sakarosa, juga dapat meningkatkn kelarutan obat. Sedian ekstrak kulit
terong di beentuk dalam sediaan sirup. Ekstrak kulit terong di timbang, semua
bahan yang di gunakan di timbang dan
alat yang di gunakan di sipakan terlebih dahulu. Bahan yang di masukkan yang
pertama adalah putih terur makuk kan mortor gerus ad homogen selanjutnya
masukkan natrium benzoat gerus ad larut
dan homogen, di tambahkan sedikit aquades, selanjutnya ekstrak kulit
terong di masukkan sedikit demi sedikit gerus ad homogen dan larut di tambahaan
sirup simpex ad kan tanda batas dengan aquades saring sediaan masukan botol.
Evaluasi
organoleptis pada sirup ekstrak kulit terong meliputi warna pada sediaan yaitu
berwarna kuning kecoklatan, bau melon karena di kasih flavour melon, rasa pada
sedian sirup ini rasanya manis getir masih ada rasa pahit. Ekstrak kulit terong
tudak baik buat sedian sirup di karenakan sedian sirup tidak boleh utuk ekstak
yang rasanya tidak enak. Ekstrak kulit terong ini rasanya pahit jadi bagusnya
untuk sediaan yang bisa menutup rasa pahit pada sediaan ekstrak kulit terong ini. Ekstak kulit terong ini
lebih efektif kalau di buat sediaan kapsul karena sediaan kapsul ini dapat
menutup rasa yang tidak enak pada sediaan itu sendiri. Sedian sirup ini kurang
efektif unutuk ekstak kulit terong karena masih terasa pahit pada sediaan.
Evaluasi homogenitas pada sediaan ini sangat baiki hogenitasnya karena larut
dalam larutan ekstraknya.
Evaluasi kejernihan
pada sediaan larutan ini larutan jernih tidak ada partikel kecil pada saat
pengujian kejernihan. Evaluasi PH dar hasol sediaan ekstrak yg di gunakan yang
telah di buat larutan di dapatkan PH 3,8 pada sediaan ini di tuju utuk di usus
jadi sediaan ini bersifat baik karena lambung bersifat asam sedangkan sediaan
sirup juga bersifat asam jadi tidak dapat terionisasi pada lambung. Sedian
sirup ini bersifat asam kuat jadi dapat terionisasi pada usus. Uji PH ini
sediaan sirup ini di tujuh di absobsi pada usus jadi jadi sedian ini harus
bersifat asam agar di lambung sedian tidak di absobsi dan sediaan akan di
absobsi pada usus halus. Evaluasi berat jenis dari sediaan sirup ekstrak kulit
terong di dapatkan berat jenis 0,35g/cc.
BAB
V
KESIMPULAAN
DAN SARAN
5.1 kesimpulan
Berdasarkan penelitiaan yang telah di
lakukan maka dapat di simpuklan bahwah ekstak kulit terong unggu dapat
menurunkan kadar gula darah pada mencit yang telah di induksi dengan sukrosa.
Penurunana kadar gulah darah pada tikus di pengaruhi oleg waktu pada pemberian
ekstak apabila waktu habis pemberian ekstrak lebih lama di puasakan kadar gulah darah pada mencit akan menurun.
5.2 saran
Seharusnya pada uji ini jangan memebuat
sediaan ekstrak kulit terong menjadi sediaan sirup karena kerang efektif rasa
pahit pada kulit terong sangat terasa sedangkan sediaan sirup itu harus manis
dan rasanya enak. Pada penelitian selajutnya lebih baik kalau sedian terasa
pahit lebig baik di buat sediaan berupa kapsul agar daapat menutup rasa pahit
pada sediaan tersebut.
Daftar
pustaka
Anonim.
2012. Merah-Ungu Antosianin. Diakses tanggal 3Agustus 2013.
Astawan. 2009. Terong
Antikanker Sebagai Obat Kuat. Dinas Pertanian, Jawa Tengah. BPOM RI. 2008.
Informatorium ObatNasional Indonesia. Jakarta.
Ditjen POM. (2000).
Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Nursalim.
2003. Terung Jepang (Solanum melongena L.), Warintek-Progessio. Jakarta.
Singab AN. et al. 2005.
Hypoglycemic effect of Egyptian Morus alba root bark extract: Effect on
diabetes and lipid peroxidation of streptozotocin-induced diabetic rats.
Journal of Ethnopharmacology.
Sofian, F.F. 2011. Efek
Ekstrak Etanol Buah Terung Ungu (Solanum melongena L) Terhadap Kadar Kolesterol
Total dan Trigliserida pada Tikus Putih Jantan Hiperlipidemia. Fakultas
Farmasi,Universitas Padjajaran. Jatinangor.
Sukandar, E.Y dkk.
2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan. Syarif, A. dkk. 2007.
Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.Jakarta.
Widowati, W. 2008.
Potensi Antioksidan sebagai Antidiabetes, abstr.7, hal 201. Fakultas
Kedokteran,Universitas Kristen Maranatha, Bandung.
Yuriska, A. 2009. Efek
Aloksan Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar. Fakultas Kedoketaran,
Universitas Diponegoro. Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar