Senin, 13 Oktober 2014

enzim



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu. Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh makanan/ nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel, memperoleh energi Kimia yang digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan, pergerakan, dan lain-lain.
Enzim terdiri dari apoenzim dan gugus prostetik. Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein. Gugus prostetik adalah bagian enzim yang tidak tersusun atas protein. Gugus prostetik dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu koenzim (tersusun dari bahan organik) dan kofaktor (tersusun dari bahan anorganik. Isolasi enzim merupakan Proses memisahkan enzim dari sumbernya melibatkan beberapa teknik sekaligus enzim yang ditemukan di pasaran berasal dari berbagai macam organisme, dengan berbagai tingkat kemurnian, contoh: α-Amilase, Glukoamilase, Protease. Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi substrat, Pengaruh pH, Konsentrasi Enzim, Temperatur enzim.
Imobilisasi Enzim  tidak dapat mengalami perubahan reaksi kimia, maka enzim dapat digunakan berulang–ulang. Pada umumnya reaksi dan pemisahan enzim dari produk dengan menggunakan modifikasi pH, panas atau kedua-duanya. Penggunaan cara seperti ini mengakibatkan enzim kehilangan sebagian besar aktivitas katalitiknya, sehingga enzim dapat digunakan berulang–ulang. Enzim dapat diperoleh dengan mengisolasi dari sumbernya. Enzim yang telah diisolasi ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut dalam bidang industri maupun kesehatan Untuk mengeluarkan enzim dari sumbernya perlu dilakukan isolasi yang dapat dilakukan  cara, Ekstraksi, Filtrasi, Sentrifugasi.
Enzim merupakan salah satu jenis substrat biologis yang memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Selain dimanfaatkan sebagai biokatalisataor, enzim banyak berperan dalam industri komersial dalam bidang pangan maupun medis dan farmakologi. Untuk mendapatkan suatu produk yang maksimal, maka dalam setiap kali reaksi biologis digunakan enzim untuk mempermudah proses maupun menghemat biaya produksi suatu proses. Enzim yang digunakanpun sebaiknya merupakan enzim yang memiliki kemurnian yang tinggi.
Pemurnian enzim bertujuan untuk memisahkan enzim yang dikehendaki dari enzim lain yang tidak diinginkan. Menurut Harris dan Angal (1989), ada tiga strategi yang harus diperhatikan dalam pemurnian enzim: 1) kualitas, perlu tindakan untuk mempertahankan aktivitas enzim dengan mengurangi proteolisis dan denaturasi,  2) kuantitas, perlu diperhatikan jumlah pemakaian akhir protein murni, dan 3) ekonomis, perlu dipertimbangkan biaya apabila diterapkan dalam skala laboratorium maupun industri.
Pemurnian merupakan tahap yang penting setelah enzim diisolasi. Pemurnian enzim dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan pelarut organik, gel filtrasi atau menggunakan garam (Collowick, 1995).

B.     Rumusan masalah
1.   Apa tujuan dari isolasi enzim?
2.   Bagaimana proses isolasi enzim?
3.   Bagaimana  prosedur pemurnian enzim?

C.    Tujuan
1.   Untuk mengetahui tujuan dari isolasi enzim.
2.   Untuk mengetahui proses isolasi enzim.
3.   Untuk mengetahui prosedur pemurnian enzim.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Enzim
1.      Definisi
Pada awalnya, enzim dikenal sebagai protein oleh Sumner ( 1926 ) yang telah berhasil mengisolasi urease dari tumbuhan kara pedang. Urease adalah enzim yang dapat menguraikan urea menjadi CO2 dan NH3. Beberapa tahun kemudian Northrop dan Kunits dapat mengisolasi pepsin, tripsin, dan kinotripsin. Kemudian makin banyak enzim yang telah dapat diisolasi dan telah dibuktikan bahwa enzim tersebut ialah protein.
Dari hasil penelitian para ahli biokim ternyata banyak enzim mempunyai gugus bukan protein, jadi termasuk golongan protein majemuk. Gugus bukan protein ini disebut dengan kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan ada pula yang tidak terikat kuat oleh protein. Gugus terikat kuat pada bagian protein artinya sukar terurai dalam larutan yang disebut dengan Prostetik, sedang yang tidak begitu terikat kuat ( mudah dipisahkan secara dialisis ) disebut dengan Koenzim. Keduanya ini dapat memungkinkan enzim bekerja terhadap substrat.
Menurut Mayrback (1952) dari jerman, enzim adalah senyawa protein yang dapat mengatalisi reaksi-reaksi kimia dalam sel dan jaringan makhluk hidup. Enzim merupakan biokatalisator artinya senyawa organic yang mempercepat reaksi kimia. Katalisator adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat tersebut tidak ikut bereaksi. Dalam sel makhluk hidup, reaksi- reaksi kimia dapat berlangsung dengan cepat karena adanya katalisator hidup atau biokatalisator, yaitu : enzim. Enzim merupakan pengatur suatu reaksi. Berikut ini adalah contoh reaksi yang diatur oleh enzim. Contohnya:
Enzim maltase
Maltosa     ———> 2 glukosa
(substrat) <———  (produk)
Enzim merupakan unit fungsional yang berperan mengkatalisis reaksi-reaksi dalam metabolisme sel dan reaksi-reaksi lain dalam tubuh. Spesifikasi enzim terhadap substratnya teramat tinggi dalam mempercepat reaksi kimia tanpa produk samping (Lehninger, 1992).
2.      Macam Enzim
Enzim terdiri dari apoenzim dan gugus prostetik. Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein. Gugus prostetik adalah bagian enzim yang tidak tersusun atas protein. Gugus prostetik dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu koenzim (tersusun dari bahan organik) dan kofaktor (tersusun dari bahan anorganik).
3.      Sifat Enzim
                     Sifat-sifat enzim adalah sebagai berikut:
a.    Biokatalisator : Enzim mempercepat laju reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi.
b.    Termolabil : Enzim mudah rusak bila dipanaskan sampai dengan suhu tertentu.
c.    Merupakan senyawa protein
d.   Bekerja secara spesifik.Satu jenis enzim bekerja secara khusus hanya pada satu jenis substrat. Misalnya enzim katalase menguraikan Hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan oksigen (O2), sedangkan enzim lipase menguraikan lemak + air menjadi gliserol + asam lemak.
4.      Susunan enzim
Secara kimia, enzim yang lengkap (holoenzim) tersusun atas 2 bagian yaitu:
a.    Bagian protein disebut Apoenzim yang bersifat labil ( mudah berubah) yang dipengaruhi oleh suhu dan keasaman.
b.    Bagian yang bukan protein yang disebut dengan gugus prostetik ( gugusan aktif) yang berasal dari kofaktor.
B.       Isolasi Enzim
Isolasi enzim merupakan Proses memisahkan enzim dari sumbernya melibatkan beberapa teknik sekaligus enzim yang ditemukan di pasaran berasal dari berbagai macam organisme, dengan berbagai tingkat kemurnian, contoh: α-Amilase, Glukoamilase, Protease.
Berdasarkan fungsi hayatinya, ada dua jenis enzim :
·         Enzim intraselluler
·         Enzim ekstraselluler (lebih mudah diisolasi)
Enzim ekstraseluler: Tidak memerlukan proses pemecahan dinding sel.
Contoh : papain, tripsin.
Isolasi enzim intraseluler :
ü Merupakan proses pelepasan enzim dari sel
ü Isolasi enzim dari tumbuhan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, karena: Dinding selnya keras
ü Cenderung menimbun zat-zat racun dalam vakuole (missal fenol), sehingga ketika dinding pecah, racun dan enzim akan bercampur dan berinteraksi.
1.      Faktor yang Mempengaruhi
a.       Konsentrasi substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar (berdasarkan Persamaan Michaelis-Menten).
b.      Pengaruh pH
pH juga sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim, karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH. Didalam sel dan lingkungan sel sekelilingnya, pH dalam keadaan normal harus tetap sebab adanya perubahan akan menyebabkan pergeseran aktivitas enzim.
c.       Konsentrasi Enzim
Kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. (Poedjiadi,A.,1994)
d.      Temperatur enzim
Secara umum reaksi kimia itu dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang menggunakan katalis enzim juga dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat dan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Disamping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi.
Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi. Namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Pada umumnya enzim yang terdapat pada hewan mempunyai suhu optimum antara 40-50oC dan pada tumbuhan antara 50 - 60oC. Dan sebagian besar enzim terdenaturasi pada suhu diatas 60oC.

2.      Inhibitor Enzim
a.    Inhibitor Kompetitif
Inhibitor yang bersaing dengan substrat dengan cara meniru bentuk substrat
sehingga dapat berikatan dengan sisi aktif enzim.
b.    Inhibitor non Kompetitif
Tidak bersaing langsung dengan substrat tetapi menempel pada bagian lain
enzim sehingga bentuk enzim berubah.
3.      Imobilisasi Enzim
Enzim tidak dapat mengalami perubahan reaksi kimia, maka enzim dapat digunakan berulang–ulang. Pada umumnya reaksi dan pemisahan enzim dari produk dengan menggunakan modifikasi pH, panas atau kedua-duanya. Penggunaan cara seperti ini mengakibatkan enzim kehilangan sebagian besar aktivitas katalitiknya, sehingga enzim dapat digunakan berulang–ulang. Agar dapat digunakan berulangulang pemisahan enzim dari produk harus dengan cara tertentu sehingga didapatkan enzim dalam bentuk terimobilisasi tanpa mengurangi aktivitas katalitiknya.
Mekanisme Kerja Enzim
a. Enzim menyesuaikan diri di sekitar substrat untuk membentuk suatu kompleks enzim substrat.
b.  Karena adanya gaya tarik antara enzim dan substrat, ikatan substrat menjadi
tegang. Ikatan tegang ini mempunyai energi tinggi dan lebih mudah terpatahkan, sehingga reaksi lebih mudah dan membentuk kompleks enzim–produk.
c.   Karena produk dan substrat tidak sama, maka kesesuaian antara produk dan enzim tidak sempurna.
d. Bentuk produk menyebabkan kompleks berdisosiasi dan permukaan enzim siap untuk menerima substrat lain. Teori aktivitas enzim ini disebut teori kesesuaian terimbas ( Induced-fit Theory )
C.      Isolasi Enzim
Untuk memproduksi enzim dalam jumlah besar dan mempunyai aktivitas yang tinggi, perlu diperhatikan faktor-faktor penting seperti kondisi pertumbuhan, cara isolasi, serta jenis substrat yang digunakan. Kondisi pertumbuhan yang menunjang produksi enzim secara maksimal adalah pH, suhu inkubasi, waktu inkubasi, dan komposisi media pertumbuhan harus mengandung sumber energi, sumber karbon, sumber nitrogen dan mineral (Wang, 1979).
Enzim dapat diperoleh dengan mengisolasi dari sumbernya. Enzim yang telah diisolasi ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut dalam bidang industri maupun kesehatan Untuk mengeluarkan enzim dari sumbernya perlu dilakukan isolasi yang dapat dilakukan  cara.
Metode isolasi enzim yang sering digunakan adalah ekstraksi, koagulasi, sentrifugasi, filtrasi, dan kromatografi (Susi, 2002).
1.      Ekstraksi
Metode ekstraksi enzim ditentukan oleh jenis sumbernya. Enzim yang terdapat pada tepung biji-bijian diekstraksi dengan cara mencampur pada media cair kemudian diaduk, enzim dari bagian tanaman yang bersifat lunak diekstraksi dengan dipotong kecil-kecil, dipres kemudian disaring dengan kain, sedangkan untuk mengekstrak enzim dari daun dan biji-bijian dengan cara digiling, dihomogenasi dalam media cair atau langsung diblender dalam media cair. Dalam ekstraksi enzim dari tanaman digunakan bufer untuk mempertahankan harga pH. Beberapa pH yang dapat digunakan  misal: bufer tris-hidroksimetil amino metan, bufer glisin dan bufer fosfat (Joseph, at all, 1994).
2.      Filtrasi
Dasar pemisahan adalah ukuran partikel. Efisiensinya dibatasi oleh:
·      Bentuk partikel
·      Kemampuan partikel menahan tekanan
·      Kekentalan fasa cair
3.      Sentrifugasi.
Metode sentrifugasi merupakan cara pemisahan enzim dari partikel-partikel lain yang tidak dikehendaki. Semakin kecil partikel, kecepatan sentrifugasi yang diperlukan semakin besar. Pemisahan dilakukan sentrifugasi pada kecepatan dan gaya berat tertentu sehingga sel-sel mikroorganisme mengendap dan supernatant merupakan cairan yang berisi enzim. Dasar pemisahan  secara sentrifuge yaitu:
·      Perbedaan antara fasa cair dan padat
·      Ukuran partikel,
·      Berat jenis partikel,
·      Berat jenis bahan cair/larutan,
·      Jari-jari sentrifus.
D.      Pemurnian Enzim
Enzim merupakan salah satu jenis substrat biologis yang memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Selain dimanfaatkan sebagai biokatalisataor, enzim banyak berperan dalam industri komersial dalam bidang pangan maupun medis dan farmakologi. Untuk mendapatkan suatu produk yang maksimal, maka dalam setiap kali reaksi biologis digunakan enzim untuk mempermudah proses maupun menghemat biaya produksi suatu proses. Enzim yang digunakanpun sebaiknya merupakan enzim yang memiliki kemurnian yang tinggi.
Memperoleh enzim dengan kemurnian yang tinggi, tidaklah mudah butuh biaya serta proses yang lama untuk memperoleh enzim dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam memperoleh enzim dengan kemurnian yang tinggi. Metode – metode pemurnian enzim antara lain pengendapan, filtrasi membran, kromatografi adsorbsi, kromatografi afinitas dan filtrasi gel.
Pemurnian enzim bertujuan untuk memisahkan enzim yang dikehendaki dari enzim lain yang tidak diinginkan. Menurut Harris dan Angal (1989), ada tiga strategi yang harus diperhatikan dalam pemurnian enzim: 1) kualitas, perlu tindakan untuk mempertahankan aktivitas enzim dengan mengurangi proteolisis dan denaturasi,  2) kuantitas, perlu diperhatikan jumlah pemakaian akhir protein murni, dan 3) ekonomis, perlu dipertimbangkan biaya apabila diterapkan dalam skala laboratorium maupun industri.
Pemurnian enzim bertujuan untuk memisahkan enzim yang dikehendaki dari enzim lain yang tidak diinginkan. Menurut Harris dan Angal (1989), ada tiga strategi yang harus diperhatikan dalam pemurnian enzim: 1) kualitas, perlu tindakan untuk mempertahankan aktivitas enzim dengan mengurangi proteolisis dan denaturasi,  2) kuantitas, perlu diperhatikan jumlah pemakaian akhir protein murni, dan 3) ekonomis, perlu dipertimbangkan biaya apabila diterapkan dalam skala laboratorium maupun industri.
Pemurnian merupakan tahap yang penting setelah enzim diisolasi. Pemurnian enzim dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan pelarut organik, gel filtrasi atau menggunakan garam (Collowick, 1995).
1.      Cara pengendapan dalam garam organik (salting out) atau pelarut organik (aseton)
Fraksinasi dengan garam berdasarkan pada sifat-sifat garam seperti kelarutan dan keefektifannya dalam mengendapkan protein. Garam-garam yang sangat efektif adalah garam-garam yang mengandung anion yang bermuatan banyak seperti sulfat, fosfat dan sitrat. Garam yang paling sering digunakan adalah garam amonium sulfat.
Amonium sulfat yang terlarut setelah proses fraksinasi dipisahkan dengan cara dialisis. Prinsip dialisis adalah difusi garam amonium sulfat melalui membran semipermeabel.
Penggunaan amonium sulfat untuk salting out memiliki keuntungan antara lain harga relative murah, kelarutannya tinggi, pH larutan tidak berubah secara ekstrem, dan tidak bersifat toksik. Kerugiannya ialah konsentrasi garam yang tertinggal dalam produk tinggi dan kurang efisien dalam menghilangkan pencemar.
Pengendapan protein dengan pelarut organik seperti aseton akan menghasilkan produk dengan aktivitas tinggi, tetapi kondisi reaksi harus dipertahankan pada suhu rendah (-5°C) untuk mencegah denaturasi protein.
Proses pemumian menyebabkan hilangnya kofaktor yang penting sehingga menyebabkan hilangnya aktivitas enzim. Selain itu dapat pula terjadi denaturasi protein akibat pengaruh suhu dan pH selama pemurnian berlangsung.
2.      Melalui membran ultrafiltrasi.
Membran ultrafiltrasi lebih kecil pengaruhnya terhadap denaturasi protein dibandingkan presipitasi dengan polietilen glikol ataupun salting out. Selain itu pemisahan enzim skala besar lebih menguntungkan melalui membrane ultrafiltrasi dibandingkan sentrifugasi karena membutuhkan waktu dan biaya lebih rendah.
Prinsip pemisahan dengan proses ultrafiltrasi ialah memisahkan komponen berdasarkan bobot molekul. Meskipun retensi molekul merupakan fungsi dari ukuran molekul, namun terbukti bobot molekul dapat digunakan sebagai peubah yang lebih praktis, khususnya pada molekul dengan bobot molekul tinggi. Setelah proses isolasi enzim akan diperoleh supernatant. Supematan yang diperoleh dimurnikan dengan membran ultrafiltrasi dan hanya protein yang berukuran lebih dari 30000 Dalton tertinggal di atas membran.
Pemurnian enzim melalui membran ultrafiltrasi menghasilkan enzim. Enzim hasil membran ultrafiltrasi selanjutnya diendapkan dengan aseton dingin (-20°C) dengan perbandingan 2 : 3. Pengadukan dilakukan selama 15 menit pada suhu 4°C dan selanjutnya diinkubasi semalam pada suhu 4°C. Setelah disentrifugasi, endapan yang diperoleh dicuci dengan air suling untuk menghilangkan sisa aseton. Endapan tersebut kemudian dilarutkan dengan buffer fosfat sitrat pH 7.0
Tujuan yang ingin dicapai dalam pemurnian enzim adalah mengisolasi enzim spesifikasi dan ekstra sel “Mentah” (crude) yang mengandung banyak komponen lain. Molekul-molekul kecil dapat disingkirkan lewat dialysis atau filtrasi gel, asam nukleat melalui pngendapan dengan antibiotik streptomisin, dan seterusnya. Permaslahannya adalah memisahkan enzim yang kita kehendaki dari ratusan protein yang mempunyai stuktur kimia dan fisika yang serupa. Perjalanan suatu pemurnian tipikal dan enzim hati dengan pemulihan yang baik serta pemurnian keseluruhan yang besarnya mencapai 490 kali lipat.
3.      Pengendapan dengan Amonium Sulfat
Pengendapan dengan garam anorganik atau pelarut organik ber-tujuan untuh meningkatkan konsentrasi enzim dan merupakan langkah awal proses pemurnian enzim. Garam anorganik yang efektif digunakan dalam fraksinasi adalah berupa kation monovalent seperti (NH2)2SO4. Amonium sulfat merupakan garam yang umumnya digunakan karena mempunyai keuntungan: memiliki daya larut yang tinggi dalam air, tidak mengandung zat yang bersifat toksik, protein stabil di dalam larutan amonium sulfat 2-4 M, protein terlindungi dari denaturasi, dan membatasi pertumbuhan bakteri serta relatif tidak mahal (Scopes, 1987).
Prinsip pengendapan dengan amonium sulfat berdasarkan pada kelarutan protein yang merupakan interaksi antara gugus polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam dan daya tolak menolak protein yang bermuatan sama. Berdasarkan fenomena ini, proses     kelarutan protein terbagi dua yaitu: proses salting in dan salting out. Kelarutan protein pada pH dan suhu tertentu akan meningkat saat konsentrasi garam meningkat sampai pada konsentrasi tertentu (salting in). Selanjutnya pada penambahan garam dengan konsentrasi tertentu, kelarutan protein akan menurun (salting out). Molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin banyak sehingga terjadi penarikan air yang mengelilingi permukaan protein. Peristiwa pengendapan ini mengakibatkan protein saling berinteraksi, berdegradasi, dan mengendap (Harris, 1989; Scopes, 1987) seperti terlihat pada (Gambar 6). Filtrat  enzim yang telah dijenuhi dengan amonium sulfat dibiarkan satu malam  pada suhu 4oC agar protein terdegradasi dan mengendap sempurna, endapan yang diperoleh adalah protein (Scrimgeour, 1977).
Gambar 1. Proses pengendapan protein (Koelman dan Roehm, 2005)
4.      Dialisis
Pemurnian enzim tidak menghendaki adanya kelebihan garam, oleh karena itu garam yang tersisa dari proses pengendapan dipisahkan dengan cara dialisis. Dialisis merupakan metode yang paling dikenal untuk menghilangkan molekul pengganggu, seperti garam atau ion-ion lain yang berukuran kecil (Gambar 2).
Gambar 2.  Proses pemisahan protein dengan dialisis (koelman dan Roehm, 2005).


Proses dialisis ini dapat terjadi karena konsentrasi garam lebih tinggi di dalam membran dialisis daripada di luar membran, sehingga menyebabkan larutan penyangga atau air masuk ke dalam dialisat. Hal ini terjadi pada awal proses dialisis. Selanjutnya garam akan keluar melalui membran hingga tercapai kondisi keseimbangan. Tetapi setelah proses dialisis kadang terjadi penurunan aktivitas enzim yang kemungkinan disebabkan oleh hilangnya ion penting yang dapat berfungsi mengaktifkan enzim atau disebut sebagai kofaktor (Plummer, 1979).
5.      Kromatografi
Pemisahan enzim dari protein lain dapat dilakukan secara kroma-tografi kolom dengan prinsip kerja pemisahan protein berdasarkan sifat fisik dan kimiawi. Berdasarkan mekanisme kerja tersebut, Stanburry dan Whitaker (1984) membagi teknik kromatografi kolom dalam beberapa kelompok, yaitu: kromatografi penukar ion, interaksi hidrofobik dan kroma-tografi filtrasi gel seperti uraian berikut.
a.     Kromatografi penukar ion
Kromatografi penukar ion merupakan metode pemisahan berdasar-kan muatan molekul di bawah kondisi pH dan kekuatan ion tertentu.  interaksi elektrostatik dari berbagai jenis ligan bermuatan pada matriks dengan gugus yang dapat berionisasi pada protein akan menimbulkan mekanisme pemisahan. Penukar anion yang bermuatan positif dipilih untuk mengikat molekul asam, sedangkan penukar kation yang bermuatan negatif memberikan mekanisme pemisahan untuk molekul bersifat basa. Karena enzim memiliki aktivitas, maka sebelum dilakukan pemisahan dengan metode tersebut terlebih dahulu diketahui pH optimum enzim, sehingga aktivitas enzim tetap dapat dipertahankan (Standburry dan Whitaker, 1984; Roe, 1989).
Protein memiliki muatan positif dan negatif terutama disebabkan  oleh rantai samping dari asam amino penyusunnya. Muatan positif di-sumbangkan oleh asam amino histidin, lisin, arginin dan gugus amino dari  N-terminal, sedangkan muatan negatif disumbangkan oleh aspartat,   glutamat dan gugus karboksil pada C-terminal. Muatan bersih protein bergantung pada jumlah relatif gugus bermuatan positif dan negatif yang bervariasi berdasarkan pH lingkungan. Tingkat keasaman protein atau  enzim dengan jumlah muatan positif dan negatif sama dikenal sebagai “pH isoelektrik atau titik isoelektrik (pl)”. Pada umumnya protein memiliki   nilai pH sekitar 5,0-9,0. Protein yang memiliki pH di atas nilai pl akan bermuatan negatif, sedangkan pH di bawah nilai pl akan bermuatan positif (Standburry dan Whitaker, 1984; Roe, 1989).
Gambar 3. Prinsip kerja kromatografi penukar ion (Anonim, 2005).
Prinsip kromatografi penukar ion adalah penggunaan matriks penukar ion yang mengikat secara kovalen gugus fungsi bermuatan negatif pada penukar kation, atau gugus fungsi yang bermuatan positif pada penukar anion seperti terlihat pada gambar 8. Matriks berupa polimer elastis dan mengandung senyawa resin sintetik yang terbuat dari bahan dekstran: selulosa atau sefadeks. Matriks penukar kation yaitu karboksimetil selulosa (CMC), dan matriks penukar kation yaitu dietil aminoetil (DEAE)-selulosa dan DEAE-sefadeks (Standburry dan Whitaker, 1984; Scopes, 1987).
b.      Kromatografi Interaksi Hidrofobik
Kromatografi interaksi hidrofobik merupakan metode pemisahan berdasarkan perbedaan hidrofobisitas pada permukaan protein. Hal ini bergantung pada interaksi hidrofobik antara permukaan protein dengan gugus hidrofobik yang terikat secara kovalen pada matriks (Standburry dan Whitaker, 1984). Pada kondisi kekuatan ion yang tinggi, protein atau enzim akan terikat kuat pada matriks melalui interaksi hidrofobik, hal seperti ini dapat terlihat pada gambar Matriks yang umum digunakan bersifat nonpolar, turunan jenis sefarosa yakni fenil sefarosa atau butil sefarosa (Roe, 1989; Suhartono, 1989).
Gambar 4.  Prinsip kerja Kromatografi interaksi hidrofobik (Koelman dan Roehm, 2005)
Suatu campuran protein dimasukkan ke dalam kolom interaksi hidrofobik dalam kondisi ionik yang tinggi. Pada kekuatan ion yang tinggi protein terikat kuat pada matriks melalui interaksi hidrofobik. Semakin hidrofobik suatu protein, maka semakin kuat ikatannya. Protein yang terikat pada matriks dapat terlepas jika dielusi dengan eluen yang kekuatan ionnya semakin menurun yaitu dengan konsentrasi garam dari tinggi ke yang lebih rendah (Roe, 1989).
c.       Kromatografi Filtrasi Ge
Kromatografi filtrasi gel merupakan teknik pemisahan protein dan makro molekul biologi lain berdasarkan ukuran molekul, jadi bekerja sebagai suatu penyaring molekul seperti terlihat pada gambar 10. Proses pemisahan ini menggunakan gel yaitu dekstran (polimer gula yang larut dalam air) dan mengalami reaksi ikatan silang (cross linkage) sehingga dekstran menjadi tidak larut dalam air, tetapi masih dapat menyerap molekul air dalam molekulnya (Scopes, 1987).
Daya serap matriks bergantung pada jumlah ikatan silang yang terjadi di dalamnya. Matriks atau gel dekstran disebut juga sebagai sefadeks, misalnya sefadeks G-50. Huruf dan nomor menunjukkan bahwa safadeks tersebut dapat dikembangkan (Swelling) dengan air atau larutan penyangga dengan besar pengembangnya 50 kali (Scopes, 1987). Gel atau matriks ini berpori yang dikemas di dalam kolom dan dielusi dengan fase cair mobil. Molekul yang lebih kecil akan masuk ke dalam pori matriks dan bergerak lebih lambat, sedangkan molekul yang lebih besar akan bergerak lebih cepat karena tidak tertahan di dalam pori matriks. Dengan demikian kromatogram molekul-molekul yang lebih besar akan muncul sebagai komponen awal seperti terlihat pada gambar 5.
Gambar 5. Prinsip kerja kromatografi filtrasi gel (Anonim, 2005).


















BAB III
KESIMPULAN

Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu. Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh makanan/ nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel, memperoleh energi Kimia yang digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan, pergerakan, dan lain-lain. Sifat-sifat enzim adalah sebagai berikut:
1.         Biokatalisator : Enzim mempercepat laju reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi.
2.         Termolabil : Enzim mudah rusak bila dipanaskan sampai dengan suhu tertentu.
3.         Merupakan senyawa protein
4.         Bekerja secara spesifik.Satu jenis enzim bekerja secara khusus hanya pada satu jenis substrat. Misalnya enzim katalase menguraikan Hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan oksigen (O2), sedangkan enzim lipase menguraikan lemak + air menjadi gliserol + asam lemak.
Secara kimia, enzim yang lengkap (holoenzim) tersusun atas 2 bagian yaitu: Bagian protein disebut Apoenzim yang bersifat labil ( mudah berubah) yang dipengaruhi oleh suhu dan keasaman. Bagian yang bukan protein yang disebut dengan gugus prostetik ( gugusan aktif) yang berasal dari kofaktor.
Imobilisasi Enzim  tidak dapat mengalami perubahan reaksi kimia, maka enzim dapat digunakan berulang–ulang. Pada umumnya reaksi dan pemisahan enzim dari produk dengan menggunakan modifikasi pH, panas atau kedua-duanya. Penggunaan cara seperti ini mengakibatkan enzim kehilangan sebagian besar aktivitas katalitiknya, sehingga enzim dapat digunakan berulang–ulang. Enzim dapat diperoleh dengan mengisolasi dari sumbernya. Enzim yang telah diisolasi ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut dalam bidang industri maupun kesehatan Untuk mengeluarkan enzim dari sumbernya perlu dilakukan isolasi yang dapat dilakukan  cara, Ekstraksi, Filtrasi, Sentrifugasi.
Enzim merupakan salah satu jenis substrat biologis yang memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Selain dimanfaatkan sebagai biokatalisataor, enzim banyak berperan dalam industri komersial dalam bidang pangan maupun medis dan farmakologi. Untuk mendapatkan suatu produk yang maksimal, maka dalam setiap kali reaksi biologis digunakan enzim untuk mempermudah proses maupun menghemat biaya produksi suatu proses. Enzim yang digunakanpun sebaiknya merupakan enzim yang memiliki kemurnian yang tinggi.
Pemurnian enzim bertujuan untuk memisahkan enzim yang dikehendaki dari enzim lain yang tidak diinginkan. Menurut Harris dan Angal (1989), ada tiga strategi yang harus diperhatikan dalam pemurnian enzim: 1) kualitas, perlu tindakan untuk mempertahankan aktivitas enzim dengan mengurangi proteolisis dan denaturasi,  2) kuantitas, perlu diperhatikan jumlah pemakaian akhir protein murni, dan 3) ekonomis, perlu dipertimbangkan biaya apabila diterapkan dalam skala laboratorium maupun industri.
Pemurnian merupakan tahap yang penting setelah enzim diisolasi. Pemurnian enzim dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan pelarut organik, gel filtrasi atau menggunakan garam.

DAFTAR PUSTAKA
Anna Poedjiadi, (1994), Dasar-dasar Biokimia, UI Press, Jakarta.
Anonim. (2005). Artikel : Tanaman Obat Indonesia. Diakses dari http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php. Pada  tanggal 23 Desember 2008 pukul 13.49 WIB
Collowick,  S.P.,  and  Kaplan,  N.O.,  1995, “Methods  in  Enzymology”, Academics Press Inc.,   New  York, page 51-58, 87
Harris, E.L.V., S, Angal. 1989. Protein Purification Methods.A Practical approach. IRL Press., Oxford. 
Koelman, J. dan Roehm. 2005. Color Atlas Biochemistry. 2nd ed. Marburg thieme.
Plummer, David T. (1979), An Intoduction to practical Biochemistry, Second Edition, Tata McGaraw-Hill publishing Company, New Delhi.
Scopes RK. 1987. Protein Purification Principles and Practice. Edisi ke-2. New York: SpringerVerlag
Stanburry P.F., dan Whitaker A., (1984), “Principles of Fermentation Technology”, Pergamon Press Ltd., Inggris.
Suhartono, M. T. 1989.  Enzim dan Bioteknologi.  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Wang, I.C., (1979), Fermentation and Enzymes Technology, John Wiley and Sons, New York.


1 komentar:

  1. The right way to get titanium white octane - The
    The titanium tv right titanium wheels way to get titanium white octane. One of the best ways to get titanium 2020 escape titanium white octane. The right way to get titanium white octane. The right titanium engagement rings way titanium bolt to get

    BalasHapus