BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Enzim atau biokatalisator adalah
katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. Enzim sangat penting dalam
kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada
enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan
terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu. Reaksi-reaksi enzimatik
dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh makanan/ nutrient dalam keadaan
terlarut yang dapat diserap ke dalam sel, memperoleh energi Kimia yang
digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan, pergerakan, dan lain-lain.
Enzim terdiri dari apoenzim dan gugus
prostetik. Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein. Gugus
prostetik adalah bagian enzim yang tidak tersusun atas protein. Gugus prostetik
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu koenzim (tersusun dari bahan organik) dan
kofaktor (tersusun dari bahan anorganik. Isolasi enzim merupakan Proses
memisahkan enzim dari sumbernya
melibatkan
beberapa teknik sekaligus
enzim
yang ditemukan di pasaran berasal dari berbagai macam organisme, dengan
berbagai tingkat kemurnian, contoh: α-Amilase, Glukoamilase, Protease. Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi substrat, Pengaruh pH, Konsentrasi Enzim,
Temperatur enzim.
Imobilisasi
Enzim tidak dapat mengalami perubahan reaksi kimia,
maka enzim dapat digunakan berulang–ulang. Pada umumnya reaksi dan pemisahan
enzim dari produk dengan menggunakan modifikasi pH, panas atau kedua-duanya.
Penggunaan cara seperti ini mengakibatkan enzim kehilangan sebagian besar
aktivitas katalitiknya, sehingga enzim dapat digunakan berulang–ulang. Enzim
dapat diperoleh dengan mengisolasi dari sumbernya. Enzim yang telah diisolasi
ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut dalam bidang industri maupun kesehatan
Untuk mengeluarkan enzim dari sumbernya perlu dilakukan isolasi yang dapat
dilakukan cara, Ekstraksi, Filtrasi, Sentrifugasi.
Enzim merupakan salah satu jenis
substrat biologis yang memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Selain dimanfaatkan sebagai biokatalisataor, enzim banyak berperan
dalam industri komersial dalam bidang pangan maupun medis dan farmakologi.
Untuk mendapatkan suatu produk yang maksimal, maka dalam setiap kali reaksi
biologis digunakan enzim untuk mempermudah proses maupun menghemat biaya
produksi suatu proses. Enzim yang digunakanpun sebaiknya merupakan enzim yang
memiliki kemurnian yang tinggi.
Pemurnian
enzim bertujuan untuk memisahkan enzim yang dikehendaki dari enzim lain yang
tidak diinginkan. Menurut Harris dan Angal (1989), ada tiga strategi yang harus
diperhatikan dalam pemurnian enzim: 1) kualitas, perlu tindakan untuk
mempertahankan aktivitas enzim dengan mengurangi proteolisis dan
denaturasi, 2) kuantitas, perlu diperhatikan jumlah pemakaian akhir
protein murni, dan 3) ekonomis, perlu dipertimbangkan biaya apabila diterapkan
dalam skala laboratorium maupun industri.
Pemurnian merupakan tahap yang penting
setelah enzim diisolasi. Pemurnian enzim dapat dilakukan dengan beberapa cara
diantaranya dengan pelarut organik, gel filtrasi atau menggunakan garam
(Collowick, 1995).
B. Rumusan
masalah
1. Apa
tujuan dari isolasi enzim?
2. Bagaimana
proses isolasi enzim?
3. Bagaimana prosedur pemurnian enzim?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui tujuan dari isolasi enzim.
2. Untuk
mengetahui proses isolasi enzim.
3. Untuk
mengetahui prosedur pemurnian enzim.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Enzim
1. Definisi
Pada
awalnya, enzim dikenal sebagai protein oleh Sumner ( 1926 ) yang telah berhasil
mengisolasi urease dari tumbuhan kara pedang. Urease adalah enzim yang dapat menguraikan urea menjadi
CO2 dan NH3. Beberapa tahun kemudian Northrop dan Kunits dapat mengisolasi
pepsin, tripsin, dan kinotripsin. Kemudian makin banyak enzim yang telah dapat
diisolasi dan telah dibuktikan bahwa enzim tersebut ialah protein.
Dari
hasil penelitian para ahli biokim ternyata banyak enzim mempunyai gugus bukan
protein, jadi termasuk golongan protein majemuk. Gugus bukan protein ini
disebut dengan kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan ada pula yang tidak
terikat kuat oleh protein. Gugus terikat kuat pada bagian protein artinya sukar
terurai dalam larutan yang disebut dengan Prostetik, sedang yang tidak begitu
terikat kuat ( mudah dipisahkan secara dialisis ) disebut dengan Koenzim.
Keduanya ini dapat memungkinkan enzim bekerja terhadap substrat.
Menurut Mayrback
(1952) dari jerman, enzim adalah senyawa protein yang dapat mengatalisi
reaksi-reaksi kimia dalam sel dan jaringan makhluk hidup. Enzim merupakan
biokatalisator artinya senyawa organic yang mempercepat reaksi kimia.
Katalisator adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat tersebut tidak
ikut bereaksi. Dalam sel makhluk hidup, reaksi- reaksi kimia dapat berlangsung
dengan cepat karena adanya katalisator hidup atau biokatalisator, yaitu :
enzim. Enzim merupakan pengatur suatu reaksi. Berikut ini adalah contoh reaksi
yang diatur oleh enzim. Contohnya:
Enzim maltase
Maltosa ———> 2 glukosa
(substrat)
<——— (produk)
Enzim merupakan unit fungsional yang berperan
mengkatalisis reaksi-reaksi dalam metabolisme sel dan reaksi-reaksi lain dalam
tubuh. Spesifikasi enzim terhadap substratnya teramat tinggi dalam mempercepat
reaksi kimia tanpa produk samping (Lehninger, 1992).
2. Macam
Enzim
Enzim terdiri dari apoenzim dan gugus prostetik.
Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein. Gugus prostetik adalah
bagian enzim yang tidak tersusun atas protein. Gugus prostetik dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu koenzim (tersusun dari bahan organik) dan
kofaktor (tersusun dari bahan anorganik).
3. Sifat Enzim
Sifat-sifat
enzim adalah sebagai berikut:
a. Biokatalisator
: Enzim mempercepat laju reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi.
b. Termolabil
: Enzim mudah rusak bila dipanaskan sampai dengan suhu tertentu.
c. Merupakan
senyawa protein
d. Bekerja
secara spesifik.Satu jenis enzim bekerja secara khusus hanya pada satu jenis
substrat. Misalnya enzim katalase menguraikan Hidrogen peroksida (H2O2) menjadi
air (H2O) dan oksigen (O2), sedangkan enzim lipase menguraikan lemak + air
menjadi gliserol + asam lemak.
4. Susunan enzim
Secara kimia, enzim yang lengkap (holoenzim) tersusun atas
2 bagian yaitu:
a. Bagian
protein disebut Apoenzim yang bersifat labil ( mudah berubah) yang dipengaruhi
oleh suhu dan keasaman.
b. Bagian
yang bukan protein yang disebut dengan gugus prostetik ( gugusan aktif) yang
berasal dari kofaktor.
B. Isolasi
Enzim
Isolasi
enzim merupakan Proses memisahkan enzim dari sumbernya melibatkan beberapa teknik sekaligus enzim yang ditemukan di pasaran
berasal dari berbagai macam organisme, dengan berbagai tingkat kemurnian,
contoh: α-Amilase, Glukoamilase, Protease.
Berdasarkan
fungsi hayatinya, ada dua jenis enzim :
·
Enzim intraselluler
·
Enzim ekstraselluler (lebih mudah
diisolasi)
Enzim ekstraseluler: Tidak memerlukan proses pemecahan dinding sel.
Contoh
: papain, tripsin.
Isolasi
enzim intraseluler :
ü Merupakan
proses pelepasan enzim dari sel
ü Isolasi
enzim dari tumbuhan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, karena: Dinding
selnya keras
ü Cenderung
menimbun zat-zat racun dalam vakuole (missal fenol), sehingga ketika dinding
pecah, racun dan enzim akan bercampur dan berinteraksi.
1.
Faktor yang Mempengaruhi
a.
Konsentrasi substrat
Hasil
eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka
pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi
pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi
walaupun konsentrasi substrat diperbesar (berdasarkan Persamaan
Michaelis-Menten).
b.
Pengaruh pH
pH juga sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim,
karena sifat ionik gugus karboksil
dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH. Didalam sel dan lingkungan sel
sekelilingnya, pH dalam keadaan normal harus tetap sebab adanya perubahan akan
menyebabkan pergeseran aktivitas enzim.
c.
Konsentrasi Enzim
Kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada
konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan
reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. (Poedjiadi,A.,1994)
d.
Temperatur enzim
Secara umum reaksi kimia itu dapat dipengaruhi oleh suhu,
maka reaksi yang menggunakan katalis enzim juga dapat dipengaruhi oleh suhu.
Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat dan pada suhu yang lebih
tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Disamping itu, karena enzim adalah suatu
protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi.
Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat
menaikkan kecepatan reaksi. Namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya
proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Pada umumnya enzim yang
terdapat pada hewan mempunyai suhu optimum antara 40-50oC dan
pada tumbuhan antara 50 - 60oC. Dan sebagian besar enzim terdenaturasi
pada suhu diatas 60oC.
2.
Inhibitor Enzim
a.
Inhibitor Kompetitif
Inhibitor
yang bersaing dengan substrat dengan cara meniru bentuk substrat
sehingga
dapat berikatan dengan sisi aktif enzim.
b.
Inhibitor non Kompetitif
Tidak
bersaing langsung dengan substrat tetapi menempel pada bagian lain
enzim
sehingga bentuk enzim berubah.
3. Imobilisasi
Enzim
Enzim tidak dapat mengalami
perubahan reaksi kimia, maka enzim dapat digunakan berulang–ulang. Pada umumnya
reaksi dan pemisahan enzim dari produk dengan menggunakan modifikasi pH, panas
atau kedua-duanya. Penggunaan cara seperti ini mengakibatkan enzim kehilangan
sebagian besar aktivitas katalitiknya, sehingga enzim dapat digunakan
berulang–ulang. Agar dapat digunakan berulangulang pemisahan enzim dari produk
harus dengan cara tertentu sehingga didapatkan enzim dalam bentuk terimobilisasi
tanpa mengurangi aktivitas katalitiknya.
Mekanisme
Kerja Enzim
a.
Enzim menyesuaikan diri di sekitar substrat untuk membentuk suatu kompleks enzim substrat.
b.
Karena
adanya gaya tarik antara enzim dan substrat, ikatan substrat menjadi
tegang. Ikatan tegang
ini mempunyai energi tinggi dan lebih mudah terpatahkan, sehingga reaksi lebih mudah dan
membentuk kompleks enzim–produk.
c.
Karena produk dan substrat tidak sama, maka
kesesuaian antara produk dan enzim
tidak sempurna.
d.
Bentuk produk menyebabkan kompleks berdisosiasi dan permukaan enzim siap untuk menerima substrat lain. Teori
aktivitas enzim ini disebut teori kesesuaian
terimbas
( Induced-fit Theory )
C. Isolasi
Enzim
Untuk
memproduksi enzim dalam jumlah besar dan mempunyai aktivitas yang tinggi, perlu
diperhatikan faktor-faktor penting seperti kondisi pertumbuhan, cara isolasi,
serta jenis substrat yang digunakan. Kondisi pertumbuhan yang menunjang
produksi enzim secara maksimal adalah pH, suhu inkubasi, waktu inkubasi, dan
komposisi media pertumbuhan harus mengandung
sumber
energi, sumber karbon, sumber nitrogen dan mineral (Wang, 1979).
Enzim
dapat diperoleh dengan mengisolasi dari sumbernya. Enzim yang telah diisolasi
ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut dalam bidang industri maupun kesehatan
Untuk mengeluarkan enzim dari sumbernya perlu dilakukan isolasi yang dapat
dilakukan cara.
Metode
isolasi enzim yang sering digunakan adalah ekstraksi, koagulasi, sentrifugasi,
filtrasi, dan kromatografi (Susi, 2002).
1. Ekstraksi
Metode
ekstraksi enzim ditentukan oleh jenis sumbernya. Enzim yang terdapat pada
tepung biji-bijian diekstraksi dengan cara mencampur pada media cair kemudian
diaduk, enzim dari bagian tanaman yang bersifat lunak diekstraksi dengan
dipotong kecil-kecil, dipres kemudian disaring dengan kain, sedangkan untuk
mengekstrak enzim dari daun dan biji-bijian dengan cara digiling, dihomogenasi
dalam media cair atau langsung diblender dalam media cair. Dalam ekstraksi
enzim dari tanaman digunakan bufer untuk mempertahankan harga pH. Beberapa pH
yang dapat digunakan misal: bufer
tris-hidroksimetil amino metan, bufer glisin dan bufer fosfat (Joseph, at all,
1994).
2. Filtrasi
Dasar
pemisahan adalah ukuran partikel. Efisiensinya dibatasi oleh:
· Bentuk partikel
· Kemampuan partikel menahan tekanan
· Kekentalan fasa cair
3. Sentrifugasi.
Metode
sentrifugasi merupakan cara pemisahan enzim dari partikel-partikel lain yang
tidak dikehendaki. Semakin kecil partikel, kecepatan sentrifugasi yang
diperlukan semakin besar. Pemisahan dilakukan sentrifugasi pada kecepatan dan
gaya berat tertentu sehingga sel-sel mikroorganisme mengendap dan supernatant
merupakan cairan yang berisi enzim. Dasar pemisahan secara sentrifuge yaitu:
· Perbedaan antara fasa cair dan padat
· Ukuran partikel,
· Berat jenis partikel,
· Berat jenis bahan cair/larutan,
· Jari-jari sentrifus.
D. Pemurnian
Enzim
Enzim
merupakan salah satu jenis substrat biologis yang memiliki fungsi yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Selain dimanfaatkan sebagai biokatalisataor,
enzim banyak berperan dalam industri komersial dalam bidang pangan maupun medis
dan farmakologi. Untuk mendapatkan suatu produk yang maksimal, maka dalam
setiap kali reaksi biologis digunakan enzim untuk mempermudah proses maupun
menghemat biaya produksi suatu proses. Enzim yang digunakanpun sebaiknya
merupakan enzim yang memiliki kemurnian yang tinggi.
Memperoleh
enzim dengan kemurnian yang tinggi, tidaklah mudah butuh biaya serta proses
yang lama untuk memperoleh enzim dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Ada
banyak faktor yang berpengaruh dalam memperoleh enzim dengan kemurnian yang
tinggi. Metode – metode pemurnian enzim
antara lain pengendapan, filtrasi membran, kromatografi adsorbsi, kromatografi
afinitas dan filtrasi gel.
Pemurnian enzim bertujuan untuk
memisahkan enzim yang dikehendaki dari enzim lain yang tidak diinginkan.
Menurut Harris dan Angal (1989), ada tiga strategi yang harus diperhatikan
dalam pemurnian enzim: 1) kualitas, perlu tindakan untuk mempertahankan
aktivitas enzim dengan mengurangi proteolisis dan denaturasi, 2)
kuantitas, perlu diperhatikan jumlah pemakaian akhir protein murni, dan 3)
ekonomis, perlu dipertimbangkan biaya apabila diterapkan dalam skala
laboratorium maupun industri.
Pemurnian enzim bertujuan untuk
memisahkan enzim yang dikehendaki dari enzim lain yang tidak diinginkan.
Menurut Harris dan Angal (1989), ada tiga strategi yang harus diperhatikan
dalam pemurnian enzim: 1) kualitas, perlu tindakan untuk mempertahankan
aktivitas enzim dengan mengurangi proteolisis dan denaturasi, 2)
kuantitas, perlu diperhatikan jumlah pemakaian akhir protein murni, dan 3)
ekonomis, perlu dipertimbangkan biaya apabila diterapkan dalam skala
laboratorium maupun industri.
Pemurnian
merupakan tahap yang penting setelah enzim diisolasi. Pemurnian enzim dapat
dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan pelarut organik, gel filtrasi
atau menggunakan garam (Collowick, 1995).
1.
Cara
pengendapan dalam garam organik (salting out) atau pelarut organik (aseton)
Fraksinasi
dengan garam berdasarkan pada sifat-sifat garam seperti kelarutan dan
keefektifannya dalam mengendapkan protein. Garam-garam yang sangat efektif
adalah garam-garam yang mengandung anion yang bermuatan banyak seperti sulfat,
fosfat dan sitrat. Garam yang paling sering digunakan adalah garam amonium
sulfat.
Amonium
sulfat yang terlarut setelah proses fraksinasi dipisahkan dengan cara dialisis.
Prinsip dialisis adalah difusi garam amonium sulfat melalui membran
semipermeabel.
Penggunaan
amonium sulfat untuk salting out memiliki keuntungan antara lain harga relative
murah, kelarutannya tinggi, pH larutan tidak berubah secara ekstrem, dan tidak
bersifat toksik. Kerugiannya ialah konsentrasi garam yang tertinggal dalam
produk tinggi dan kurang efisien dalam menghilangkan pencemar.
Pengendapan
protein dengan pelarut organik seperti aseton akan menghasilkan produk dengan
aktivitas tinggi, tetapi kondisi reaksi harus dipertahankan pada suhu rendah
(-5°C) untuk mencegah denaturasi protein.
Proses
pemumian menyebabkan hilangnya kofaktor yang penting sehingga menyebabkan
hilangnya aktivitas enzim. Selain itu dapat pula terjadi denaturasi protein
akibat pengaruh suhu dan pH selama pemurnian berlangsung.
2.
Melalui
membran ultrafiltrasi.
Membran
ultrafiltrasi lebih kecil pengaruhnya terhadap denaturasi protein dibandingkan
presipitasi dengan polietilen glikol ataupun salting out. Selain itu pemisahan
enzim skala besar lebih menguntungkan melalui membrane ultrafiltrasi
dibandingkan sentrifugasi karena membutuhkan waktu dan biaya lebih rendah.
Prinsip
pemisahan dengan proses ultrafiltrasi ialah memisahkan komponen berdasarkan
bobot molekul. Meskipun retensi molekul merupakan fungsi dari ukuran molekul,
namun terbukti bobot molekul dapat digunakan sebagai peubah yang lebih praktis,
khususnya pada molekul dengan bobot molekul tinggi. Setelah proses isolasi
enzim akan diperoleh supernatant. Supematan yang diperoleh dimurnikan dengan
membran ultrafiltrasi dan hanya protein yang berukuran lebih dari 30000 Dalton
tertinggal di atas membran.
Pemurnian
enzim melalui membran ultrafiltrasi menghasilkan enzim. Enzim hasil membran
ultrafiltrasi selanjutnya diendapkan dengan aseton dingin (-20°C) dengan
perbandingan 2 : 3. Pengadukan dilakukan selama 15 menit pada suhu 4°C dan
selanjutnya diinkubasi semalam pada suhu 4°C. Setelah disentrifugasi, endapan
yang diperoleh dicuci dengan air suling untuk menghilangkan sisa aseton.
Endapan tersebut kemudian dilarutkan dengan buffer fosfat sitrat pH 7.0
Tujuan
yang ingin dicapai dalam pemurnian enzim adalah mengisolasi enzim spesifikasi
dan ekstra sel “Mentah” (crude) yang mengandung banyak komponen lain.
Molekul-molekul kecil dapat disingkirkan lewat dialysis atau filtrasi gel, asam
nukleat melalui pngendapan dengan antibiotik streptomisin, dan seterusnya.
Permaslahannya adalah memisahkan enzim yang kita kehendaki dari ratusan protein
yang mempunyai stuktur kimia dan fisika yang serupa. Perjalanan suatu pemurnian
tipikal dan enzim hati dengan pemulihan yang baik serta pemurnian keseluruhan
yang besarnya mencapai 490 kali lipat.
3. Pengendapan
dengan Amonium Sulfat
Pengendapan
dengan garam anorganik atau pelarut organik ber-tujuan untuh meningkatkan
konsentrasi enzim dan merupakan langkah awal proses pemurnian enzim. Garam anorganik
yang efektif digunakan dalam fraksinasi adalah berupa kation monovalent seperti
(NH2)2SO4. Amonium sulfat merupakan garam yang
umumnya digunakan karena mempunyai keuntungan: memiliki daya larut yang tinggi
dalam air, tidak mengandung zat yang bersifat toksik, protein stabil di dalam
larutan amonium sulfat 2-4 M, protein terlindungi dari denaturasi, dan
membatasi pertumbuhan bakteri serta relatif tidak mahal (Scopes, 1987).
Prinsip pengendapan dengan amonium
sulfat berdasarkan pada kelarutan protein yang merupakan interaksi antara gugus
polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam dan daya tolak
menolak protein yang bermuatan sama. Berdasarkan fenomena ini,
proses kelarutan protein terbagi dua yaitu: proses salting
in dan salting out. Kelarutan protein pada pH dan suhu tertentu akan
meningkat saat konsentrasi garam meningkat sampai pada konsentrasi tertentu (salting
in). Selanjutnya pada penambahan garam dengan konsentrasi tertentu,
kelarutan protein akan menurun (salting out). Molekul air yang berikatan
dengan ion-ion garam semakin banyak sehingga terjadi penarikan air yang
mengelilingi permukaan protein. Peristiwa pengendapan ini mengakibatkan protein
saling berinteraksi, berdegradasi, dan mengendap (Harris, 1989; Scopes, 1987)
seperti terlihat pada (Gambar 6). Filtrat enzim yang telah dijenuhi
dengan amonium sulfat dibiarkan satu malam pada suhu 4oC agar
protein terdegradasi dan mengendap sempurna, endapan yang diperoleh adalah
protein (Scrimgeour, 1977).
Gambar 1. Proses pengendapan protein
(Koelman dan Roehm, 2005)
4.
Dialisis
Pemurnian enzim tidak menghendaki adanya kelebihan garam,
oleh karena itu garam yang tersisa dari proses pengendapan dipisahkan dengan
cara dialisis. Dialisis merupakan metode yang paling dikenal untuk
menghilangkan molekul pengganggu, seperti garam atau ion-ion lain yang
berukuran kecil (Gambar 2).
Gambar
2. Proses pemisahan protein
dengan dialisis (koelman dan Roehm, 2005).
Proses
dialisis ini dapat terjadi karena konsentrasi garam lebih tinggi di dalam
membran dialisis daripada di luar membran, sehingga menyebabkan larutan
penyangga atau air masuk ke dalam dialisat. Hal ini terjadi pada awal proses
dialisis. Selanjutnya garam akan keluar melalui membran hingga tercapai kondisi
keseimbangan. Tetapi setelah proses dialisis kadang terjadi penurunan aktivitas
enzim yang kemungkinan disebabkan oleh hilangnya ion penting yang dapat
berfungsi mengaktifkan enzim atau disebut sebagai kofaktor (Plummer, 1979).
5.
Kromatografi
Pemisahan enzim dari protein lain dapat dilakukan secara
kroma-tografi kolom dengan prinsip kerja pemisahan protein berdasarkan sifat
fisik dan kimiawi. Berdasarkan mekanisme kerja tersebut, Stanburry dan Whitaker
(1984) membagi teknik kromatografi kolom dalam beberapa kelompok, yaitu:
kromatografi penukar ion, interaksi hidrofobik dan kroma-tografi filtrasi gel
seperti uraian berikut.
a.
Kromatografi penukar ion
Kromatografi penukar ion merupakan metode pemisahan
berdasar-kan muatan molekul di bawah kondisi pH dan kekuatan ion
tertentu. interaksi elektrostatik dari berbagai jenis ligan bermuatan
pada matriks dengan gugus yang dapat berionisasi pada protein akan menimbulkan
mekanisme pemisahan. Penukar anion yang bermuatan positif dipilih untuk
mengikat molekul asam, sedangkan penukar kation yang bermuatan negatif
memberikan mekanisme pemisahan untuk molekul bersifat basa. Karena enzim
memiliki aktivitas, maka sebelum dilakukan pemisahan dengan metode tersebut
terlebih dahulu diketahui pH optimum enzim, sehingga aktivitas enzim tetap dapat
dipertahankan (Standburry dan Whitaker, 1984; Roe, 1989).
Protein memiliki muatan positif dan
negatif terutama disebabkan oleh rantai samping dari asam amino
penyusunnya. Muatan positif di-sumbangkan oleh asam amino histidin, lisin,
arginin dan gugus amino dari N-terminal, sedangkan muatan negatif
disumbangkan oleh aspartat, glutamat dan gugus karboksil pada
C-terminal. Muatan bersih protein bergantung pada jumlah relatif gugus
bermuatan positif dan negatif yang bervariasi berdasarkan pH lingkungan. Tingkat
keasaman protein atau enzim dengan jumlah muatan positif dan negatif sama
dikenal sebagai “pH isoelektrik atau titik isoelektrik (pl)”. Pada umumnya
protein memiliki nilai pH sekitar 5,0-9,0. Protein yang memiliki pH
di atas nilai pl akan bermuatan negatif, sedangkan pH di bawah nilai pl akan
bermuatan positif (Standburry dan Whitaker, 1984; Roe, 1989).
Gambar
3. Prinsip kerja kromatografi penukar
ion (Anonim, 2005).
Prinsip
kromatografi penukar ion adalah penggunaan matriks penukar ion yang mengikat
secara kovalen gugus fungsi bermuatan negatif pada penukar kation, atau gugus
fungsi yang bermuatan positif pada penukar anion seperti terlihat pada gambar
8. Matriks berupa polimer elastis dan mengandung senyawa resin sintetik yang
terbuat dari bahan dekstran: selulosa atau sefadeks. Matriks penukar kation
yaitu karboksimetil selulosa (CMC), dan matriks penukar kation yaitu dietil
aminoetil (DEAE)-selulosa dan DEAE-sefadeks (Standburry dan Whitaker, 1984;
Scopes, 1987).
b.
Kromatografi Interaksi Hidrofobik
Kromatografi interaksi hidrofobik merupakan metode pemisahan
berdasarkan perbedaan hidrofobisitas pada permukaan protein. Hal ini bergantung
pada interaksi hidrofobik antara permukaan protein dengan gugus hidrofobik yang
terikat secara kovalen pada matriks (Standburry dan Whitaker, 1984). Pada
kondisi kekuatan ion yang tinggi, protein atau enzim akan terikat kuat pada
matriks melalui interaksi hidrofobik, hal seperti ini dapat terlihat pada
gambar Matriks yang umum digunakan bersifat nonpolar, turunan jenis sefarosa
yakni fenil sefarosa atau butil sefarosa (Roe, 1989; Suhartono, 1989).
Gambar
4. Prinsip kerja Kromatografi
interaksi hidrofobik (Koelman dan Roehm, 2005)
Suatu
campuran protein dimasukkan ke dalam kolom interaksi hidrofobik dalam kondisi
ionik yang tinggi. Pada kekuatan ion yang tinggi protein terikat kuat pada
matriks melalui interaksi hidrofobik. Semakin hidrofobik suatu protein, maka
semakin kuat ikatannya. Protein yang terikat pada matriks dapat terlepas jika
dielusi dengan eluen yang kekuatan ionnya semakin menurun yaitu dengan
konsentrasi garam dari tinggi ke yang lebih rendah (Roe, 1989).
c. Kromatografi
Filtrasi Ge
Kromatografi filtrasi gel merupakan teknik pemisahan protein
dan makro molekul biologi lain berdasarkan ukuran molekul, jadi bekerja sebagai
suatu penyaring molekul seperti terlihat pada gambar 10. Proses pemisahan ini
menggunakan gel yaitu dekstran (polimer gula yang larut dalam air) dan mengalami
reaksi ikatan silang (cross linkage) sehingga dekstran menjadi tidak
larut dalam air, tetapi masih dapat menyerap molekul air dalam molekulnya
(Scopes, 1987).
Daya serap
matriks bergantung pada jumlah ikatan silang yang terjadi di dalamnya. Matriks
atau gel dekstran disebut juga sebagai sefadeks, misalnya sefadeks G-50. Huruf
dan nomor menunjukkan bahwa safadeks tersebut dapat dikembangkan (Swelling)
dengan air atau larutan penyangga dengan besar pengembangnya 50 kali (Scopes,
1987). Gel atau matriks ini berpori yang dikemas di dalam kolom dan dielusi
dengan fase cair mobil. Molekul yang lebih kecil akan masuk ke dalam pori
matriks dan bergerak lebih lambat, sedangkan molekul yang lebih besar akan
bergerak lebih cepat karena tidak tertahan di dalam pori matriks. Dengan
demikian kromatogram molekul-molekul yang lebih besar akan muncul sebagai
komponen awal seperti terlihat pada gambar 5.
Gambar
5. Prinsip kerja kromatografi
filtrasi gel (Anonim, 2005).
BAB III
KESIMPULAN
Enzim atau biokatalisator adalah
katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. Enzim sangat penting dalam
kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada
enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambat
hingga pertumbuhan sel juga terganggu. Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar
bakteri dapat memperoleh makanan/ nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat
diserap ke dalam sel, memperoleh energi Kimia yang digunakan untuk biosintesis,
perkembangbiakan, pergerakan, dan lain-lain. Sifat-sifat enzim adalah sebagai
berikut:
1.
Biokatalisator : Enzim mempercepat laju
reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi.
2.
Termolabil : Enzim mudah rusak bila
dipanaskan sampai dengan suhu tertentu.
3.
Merupakan senyawa protein
4.
Bekerja secara spesifik.Satu jenis enzim
bekerja secara khusus hanya pada satu jenis substrat. Misalnya enzim katalase
menguraikan Hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan oksigen (O2),
sedangkan enzim lipase menguraikan lemak + air menjadi gliserol + asam lemak.
Secara kimia, enzim yang lengkap (holoenzim) tersusun atas
2 bagian yaitu: Bagian protein disebut Apoenzim yang bersifat labil ( mudah
berubah) yang dipengaruhi oleh suhu dan keasaman. Bagian yang bukan protein
yang disebut dengan gugus prostetik ( gugusan aktif) yang berasal dari kofaktor.
Imobilisasi Enzim tidak dapat mengalami perubahan reaksi kimia,
maka enzim dapat digunakan berulang–ulang. Pada umumnya reaksi dan pemisahan
enzim dari produk dengan menggunakan modifikasi pH, panas atau kedua-duanya.
Penggunaan cara seperti ini mengakibatkan enzim kehilangan sebagian besar
aktivitas katalitiknya, sehingga enzim dapat digunakan berulang–ulang. Enzim
dapat diperoleh dengan mengisolasi dari sumbernya. Enzim yang telah diisolasi
ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut dalam bidang industri maupun kesehatan
Untuk mengeluarkan enzim dari sumbernya perlu dilakukan isolasi yang dapat
dilakukan cara, Ekstraksi, Filtrasi, Sentrifugasi.
Enzim merupakan salah satu jenis substrat biologis
yang memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Selain
dimanfaatkan sebagai biokatalisataor, enzim banyak berperan dalam industri
komersial dalam bidang pangan maupun medis dan farmakologi. Untuk mendapatkan
suatu produk yang maksimal, maka dalam setiap kali reaksi biologis digunakan
enzim untuk mempermudah proses maupun menghemat biaya produksi suatu proses.
Enzim yang digunakanpun sebaiknya merupakan enzim yang memiliki kemurnian yang
tinggi.
Pemurnian
enzim bertujuan untuk memisahkan enzim yang dikehendaki dari enzim lain yang
tidak diinginkan. Menurut Harris dan Angal (1989), ada tiga strategi yang harus
diperhatikan dalam pemurnian enzim: 1) kualitas, perlu tindakan untuk
mempertahankan aktivitas enzim dengan mengurangi proteolisis dan
denaturasi, 2) kuantitas, perlu diperhatikan jumlah pemakaian akhir
protein murni, dan 3) ekonomis, perlu dipertimbangkan biaya apabila diterapkan
dalam skala laboratorium maupun industri.
Pemurnian merupakan tahap yang penting setelah enzim
diisolasi. Pemurnian enzim dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya
dengan pelarut organik, gel filtrasi atau menggunakan garam.
DAFTAR PUSTAKA
Anna Poedjiadi, (1994), Dasar-dasar Biokimia, UI Press, Jakarta.
Anonim. (2005). Artikel : Tanaman Obat Indonesia. Diakses dari http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php. Pada tanggal 23 Desember 2008 pukul 13.49 WIB
Collowick,
S.P., and Kaplan,
N.O., 1995, “Methods in Enzymology”, Academics Press Inc., New
York, page 51-58, 87
Harris, E.L.V., S, Angal. 1989. Protein Purification Methods.A Practical approach. IRL Press., Oxford.
Koelman, J. dan Roehm. 2005. Color Atlas Biochemistry. 2nd ed. Marburg thieme.
Plummer, David T. (1979), An Intoduction to practical Biochemistry, Second Edition, Tata
McGaraw-Hill publishing Company, New Delhi.
Scopes RK. 1987. Protein Purification Principles and Practice. Edisi ke-2. New York:
SpringerVerlag
Stanburry P.F., dan Whitaker A., (1984), “Principles of Fermentation Technology”,
Pergamon Press Ltd., Inggris.
Suhartono, M. T.
1989. Enzim dan Bioteknologi.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Sumner, J.B. 1926. Urease. http://www.britannica.com/eb/article-9074458/urease#74436.hook
Wang, I.C., (1979), Fermentation and Enzymes Technology, John Wiley
and Sons, New York.
The right way to get titanium white octane - The
BalasHapusThe titanium tv right titanium wheels way to get titanium white octane. One of the best ways to get titanium 2020 escape titanium white octane. The right way to get titanium white octane. The right titanium engagement rings way titanium bolt to get